Selasa, 16 Oktober 2012

Tanggung Jawab Sosial

Nama : Sayang Sori Ocsilen
NPM : 15209430
Kelas : 4EA17

Artikel Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Lingkungan Sekitar
Sejak dulu, pabrik tahu terkenal sebagai sumber pencemaran sungai dan bau busuk. Limbahnya sering menimbulkan protes penduduk sedangkan sungai yang dibuangi limbah turun mutu perairannya sehingga akan merusak ekosistem yang hidup di sungai itu. Sebagai contoh yang dialami warga Comet Raya Banjarbaru yang mengeluhkan bau menyengat limbah tahu yang dibuang di sungai Durian, apalagi di musim kemarau baunya kian terasa karena aliran sungai yang tidak begitu deras membuat limbah tidak dapat mengalir di sungai. Kasus ini juga merupakan masalah bagi para pengusaha tahu karena mereka kebingungan untuk membuang limbah dan pada akhirnya mereka harus tersandung masalah dengan pihak kepolisian karena limbah tahu mereka diprotes penduduk yang ada di sekitar pabrik tersebut.
Pada tahun 1990 ditemukan cara pemanfaatan limbah tahu untuk bahan baku industri yaitu digunakan sebagai nata de soya yang apabila dilakukan beramai-ramai secara nasional, bisa mengurangi limbah yang menggangu lingkungan sekitar pabrik. Seperti halnya nata de coco atau sari kelapa yang sudah lama diusahakan orang untuk mengurangi limbah air kelapa, nata de soya merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah tahu menjadi bahan baku industri. Pengolahan limbah tahu menjadi nata ini melibatkan bakteri Acetobakter xynilum yang memakai protein dan karbahidrat dalam limbah sebagai sumber energi untuk hidup dan berkembang biak. Dalam proses ini dihasilkan berupa lapisan padat seperti agar-agar di dekat permukaan cairan pemeliharaan.
Sari kedelai atau nata de soya ini dapat disajikan sebagai campuran minuman dengan menambahkan es batu, seperti halnya sari kelapa atau nata de coco. Nata de soya juga dapat disimpan dalam pendingin dengan cara menambahkan larutan gula dan menambahkan aroma buah untuk konsumsi yang lebih lama.
Limbah tahu merupakan residu dari pengolahan kedelai menjadi tahu. Meskipun bahan ini berupa limbah akan tetapi ditinjau dari segi gizi sesungguhnya bahan ini merupakan bahan yang padat gizi, sehingga sayang sekali jika limbah ini dibuang. Selain itu dengan mengolah limbah tahu menjadi nata de soya, pencemaran lingkungan dapat dikurangi. Pengurangan limbah ini memang kecil namun bila sebanyak mungkin orang menerapkan hal ini maka secara nasional pengurangan pencemaran ini sangat berarti. Sebagai tambahan dengan pemanfaatan limbah tahu menjadi nata de soya juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat utamanya di daerah Kediri, Jawa Timur.
Daerah Tumpang merupakan daerah penghasil tahu yang paling terkenal. Hampir semua orang tahu akan hal itu. Usaha dalam pengolahan limbah tahu menjadi nata de soya ini akan sngat cocok jika diterapkan di daerah Tumpang. Karena dari proses industri tahu tersebut akan dihasilkan limbah tahu yang banyak perharinya. Dimana untuk pembuatan nata de soya ini digunakan limbah tahu sebagai bahan bakunya. Dan yang lebih penting adalah dengan pengolahan limbah tahu menjadi nata de soya di daerah Tumpang akan dapat mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh pabrik tahu di daerah tersebut.
Dengan melihat banyak manfaat yang akan diperoleh dalam industri pengolahan limbah tahu menjadi nata de soya maka dibuatlah program kreativitas mahasiswa bidang kewirausahaan tentang pemanfaatan limbah tahu untuk nata de soya sebagai unit kewirausahaan baru di daerah Tumpang Jawa Timur. Dengan harapan program ini dapat diterapkan di daerah Tumpang dan dapat mengurangi pencemaran serta meningkatkan pendapatan masyarakat yang ada di daerah Tumpang khususnya dan masyarakat di daerah lain pada umumnya.

Etika Bisnis Dalam Berbisnis

Nama : Sayang Sori Ocsilen
NPM : 15209430
Kelas : 4EA17


Artikel Kasus Pelanggaran Etika dalam Berbisnis

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta Wen Ken Drug Pte Ltd (WKD) Singapura agar segera menarik larutan penyegar Cap Kaki Tiga dari pasaran. Pasalnya, minuman yang diklaim sebagai obat panas dalam itu bukan termasuk minuman pengobatan, tetapi hanya air.

"Mereka harus segera melakukan beberapa hal, pertama menarik lalu memusnahkan serta tidak mengedarkan lagi larutan penyegar Cap Kaki Tiga. Perintah penarikan itu tertuang dalam surat BPOM bernomor PW.10.01.431.02.12.0533 yang telah kami kirimkan kepada produsen," ujar Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM, Sukiman Said Umar kemarin.

Alasan penarikan itu adalah keputusan Ditjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) No.HKI.4.HI.06.06.06-21/2012 tanggal 10 Februari 2012 lalu yang menegaskan bahwa merek larutan penyegar Cap Kaki Tiga termasuk "golongan barang 32" atau produk berupa air. "Itu berarti produk tersebut sama kelasnya seperti air mineral, air soda dan minuman bukan alkohol lainnya seperti dari buah, perasan buah atau sirup-sirup," katanya.

Ditjen HAKI telah mencabut merek dagang Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga pada 20 Februari lalu. Sukiman menilai merek itu juga telah melanggar Permenkes No. 46/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. "Berdasar Permenkes itu, pendaftaran obat tradisional dibatalkan apabila penandaan obat tradisional yang bersangkutan menyimpang dari yang disetujui," tegasnya.

Meski demikian, saat melakukan inspeksi ke pasar-pasar, Sukiman mengaku masih menemukan produk tersebut. Oleh karena itu, BPOM meminta produsen segera melaporkan hasil penarikan dan pemusnahan yang dilakukan dalam waktu tiga bulan ke depan sejak surat dilayangkan, "Produsen wajib melaporkan hasil pelaksanaannya kepada BPOM cq Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen," lanjutnya..

Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi mengaku telah mengingatkan BPOM agar segera menertibkan peredaran larutan penyegar Cap Kaki Tiga karena tidak sesuai dengan iklannya. " Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat jelas bahwa produsen yang merugikan konsumen, baik secara isi produk, tampilan," atau kemasan adalah pelanggaran," tambahnya.

Oleh sebab itu, menurut dia, perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam merk dagang pun bisa dituntut menggunakan UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen."Desakan YLKI ini merupakan bentuk perlindungan bagi konsumen agar tidak terjebak dalam tipu daya produsen. "Konsumen harus dilindungi, penegakan hukum harus dilaksanakan," tegasnya.

Sebagai informasi, WKD adalah pemilik mereka Cap Kaki Tiga dan berasal dari Singapura. Perusahaan yang sudah berdiri sejak 1937 itu awalnya menunjuk PT Sinde Budi Sentosa (Sinde) untuk memasarkan produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga pada 1978. Pada 4 Februari 2008 lalu, kemitraan antara WKD dan Sinde berakhir. Lisensi lalu dialihkan ke PT Kinocare Era Kosmetindo sejak 28 April 2011. Sinde akhirnya membuat produk sendiri dengan merek yang lain. (wir/ttg)