PILKADA DALAM ARTI DEMOKRASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan suses.
Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.
2.2.Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.
1. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
1. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
1. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
2.3.Solusi
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
2. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
4. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham Panumbangan (mahasiswa fisipol UMY).Masih perlu waktu. www.kr.co.id edisi Jum’at, 15 Juli 2005
2. Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.
3. M. Ma’ruf (Mentri Dalam Negeri).Optimisme hadapi pilkada langsung. www.kompas.com edisi selasa, 22 Februari 2005
4. Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar . www.kompas.com edisi Rabu, 30 Maret 2005
5. Suardi Abubakar, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU.Jakarta: Yudhistira.
Rabu, 11 Mei 2011
Pancasila Kewarganegaraan ( Tugas 9)
MASALAH REMAJA DAN ABORSI
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia dimulai saat setelah pembuahan terjadi. Jika dengan sadar dan dengan segala cara kita mengakhiri hidup manusia tak berdosa, berarti kita melakukan suatu perbuatan tak bermoral dan asosial. Tidak semestinya kita membiarkan penghentian nyawa hidup siapapun atau hidup kita sebagai manusia menjadi tidak berharga lagi..
Sekarang ini praktek aborsi semakin merajalela, bukan hanya para kalangan mahasiswa saja yang melakukan praktek ini tetapi banyak juga pelajar yang melakukan praktek ini.
Dalam permasalahan ini saya akan mengambil topik tentang aborsi. Dimana peran seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (bidan) diperlukan dalam praktek ini dan bagaimana praktek ini dijalankan secara legal dan ilegal.
PERMASALAHAN
DEFINISI ABORSI
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan / Alamiah
2. Aborsi Buatan / Sengaja
3. Aborsi Terapeutik / Medis
Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
STATISTIK ABORSI
Frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan – kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di Rumah Sakit.Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu. Jumlah kematian karena aborsi melebihi kematian perang manapun. Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.
ALASAN ABORSI
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil - baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja)
Alasan-alasan dilakukannya aborsi adalah:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau
tanggung jawab lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar . Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Kebanyakan kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.
PELAKU ABORSI
Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di negara lain. Akan tetapi gambaran dibawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku “Facts of Life” oleh Brian Clowes, Phd:
Para wanita pelaku aborsi adalah:
1. Wanita Muda.
Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.
2. Wanita Belum Menikah
Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri.
Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.
Waktu Aborsi:
Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada berbagai usia janin.
PEMBAHASAN
TINDAKAN ABORSI
Ada 2 macam tindakan aborsi, yaitu:
1. Aborsi dilakukan sendiri
2. Aborsi dilakukan orang lain
Aborsi dilakukan sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
Aborsi dilakukan orang lain. Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dilakukan dalam
5 tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
tanah kosong, atau dibakar di tungku
Sedangkan seorang dukun beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan obat pada calon ibu dan mengurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malah membawa cacat bagi janin dan trauma hebat bagi calon ibu.
TEKNIK ABORSI
Adilatasi dan kuret (Dilatation & curettage)
Lubang leher rahim diperbear, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong alat yang tajam. Kemudian janin yang hidup itu dicabik kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan. Bidan operasi ini harus mengobatinya dengan baik, bila tidak, akan terjadi infeksi.
Kuret dengan cara penyedotan (Sunction)
Pada cara ini leher rahim juga diperbesar seperti D & C, kemudian sebuah tabung dimasukkan ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehingga bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.
Peracunan dengan garam (Salt poisoned)
Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu (4 bulan), ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak, sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi, lalu sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikkan ke dalamnya. Bayi yang malang ini menelan garam beracun itu dan ia amat menderita. Ia meronta-ronta dan menendang-nendang seolah-olah dia dibakar hidup-hidup oleh racun itu. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam, kulitnya benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. (Sering juga bayi-bayi ini lahir dalam keadaan masih hidup, biasanya mereka dibiarkan saja agar mati).
Histerotomi atau bedah Caesar
Terutama dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat bedah melalui dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan saja agar mati atau kadang-kadang langsung dibunuh.
Pengguguran kimia (Prostaglandin)
Penggunaan cara terbaru ini memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaceutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi-bayi yang terpenggal. Sering juga bayi yang keluar itu masih hidup. Efek sampingan bagi si ibu banyak sekali ada yang mati akibat serangan jantung waktu carian kimia itu disuntikkan.
Pil pembunuh
Pil Roussell-Uclaf (RU-486), satu campuran obat buatan Perancis tahun 1980.
Pengaborsiannya butuh waktu tiga hari dan disertai kejang-kejang berat serta pendarahan yang dapat terus berlangsung sampai 16 hari.
CONTOH ABORSI:
Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi:
Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus).
Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya – setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu akhirnya meninggal.
Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.
Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.
Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
RESIKO ABORSI
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10.Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11.Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12.Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
AGAMA DAN ABORSI
Kami akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi) serta agama Kristen (Alkitab & Aborsi) untuk menggambarkan pemahaman lebih lanjut mengenai aborsi dan agama. Pertama-tama kami akan membahasnya dari segi agama Islam.
Al-Quran & Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah.
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
HUKUM DAN ABORSI
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
1. Pasal 229 5. Pasal 346
2. Pasal 341 6. Pasal 347
3. Pasal 342 7. Pasal 348
4. Pasal 343 8. Pasal 349
PENUTUP
Kesimpulan
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.
Aborsi aman bila:
• Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
• Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
• Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri
• Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali perempuan yang memutuskan melakukan Aborsi.
Keahlian bidan sekarang ini sering disalah gunakan untuk melakukan tindakan yang menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat kontrasepsi dan mengikuti program KB.
Saran
Bagi seorang wanita. Jika anda sedang memikirkan untuk melakukan aborsi, tenangkan pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali. Aborsi akan membuahkan masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi anda – di dunia dan di akhirat.
Ada beberapa pihak yang dapat diminta bantuannya dalam hal menangani masalah aborsi ini, yaitu:
1. Keluarga dekat atau anggota keluarga lain.
2. Saudara-saudara seiman
3. Orang-orang lain yang bersedia membantu secara pribadi
Pertama-tama, hubungi keluarga terlebih dahulu. Orang tua, kakak, om, tante atau saudara-saudara dekat lainnya. Minta bantuan mereka untuk mendampingi di saat-saat yang sukar ini.
Solusi untuk Bayi
Apapun alasan anda, aborsi bukanlah jalan keluar. Setiap bayi yang dilahirkan, selalu dipersiapkan Tuhan segala sesuatunya untuk dia. Jika saat ini anda merasa tidak sanggup membiayai kehidupan dia, berdoalah agar Tuhan memberikan jalan keluar.
Jika anda benar-benar tidak menginginkan anak tersebut, carilah orang-orang dekat yang bersedia untuk menerimanya sebagai anak angkat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k –
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia dimulai saat setelah pembuahan terjadi. Jika dengan sadar dan dengan segala cara kita mengakhiri hidup manusia tak berdosa, berarti kita melakukan suatu perbuatan tak bermoral dan asosial. Tidak semestinya kita membiarkan penghentian nyawa hidup siapapun atau hidup kita sebagai manusia menjadi tidak berharga lagi..
Sekarang ini praktek aborsi semakin merajalela, bukan hanya para kalangan mahasiswa saja yang melakukan praktek ini tetapi banyak juga pelajar yang melakukan praktek ini.
Dalam permasalahan ini saya akan mengambil topik tentang aborsi. Dimana peran seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (bidan) diperlukan dalam praktek ini dan bagaimana praktek ini dijalankan secara legal dan ilegal.
PERMASALAHAN
DEFINISI ABORSI
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan / Alamiah
2. Aborsi Buatan / Sengaja
3. Aborsi Terapeutik / Medis
Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
STATISTIK ABORSI
Frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan – kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di Rumah Sakit.Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu. Jumlah kematian karena aborsi melebihi kematian perang manapun. Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.
ALASAN ABORSI
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil - baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja)
Alasan-alasan dilakukannya aborsi adalah:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau
tanggung jawab lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar . Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Kebanyakan kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.
PELAKU ABORSI
Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di negara lain. Akan tetapi gambaran dibawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku “Facts of Life” oleh Brian Clowes, Phd:
Para wanita pelaku aborsi adalah:
1. Wanita Muda.
Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.
2. Wanita Belum Menikah
Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri.
Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.
Waktu Aborsi:
Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada berbagai usia janin.
PEMBAHASAN
TINDAKAN ABORSI
Ada 2 macam tindakan aborsi, yaitu:
1. Aborsi dilakukan sendiri
2. Aborsi dilakukan orang lain
Aborsi dilakukan sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
Aborsi dilakukan orang lain. Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dilakukan dalam
5 tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
tanah kosong, atau dibakar di tungku
Sedangkan seorang dukun beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan obat pada calon ibu dan mengurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malah membawa cacat bagi janin dan trauma hebat bagi calon ibu.
TEKNIK ABORSI
Adilatasi dan kuret (Dilatation & curettage)
Lubang leher rahim diperbear, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong alat yang tajam. Kemudian janin yang hidup itu dicabik kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan. Bidan operasi ini harus mengobatinya dengan baik, bila tidak, akan terjadi infeksi.
Kuret dengan cara penyedotan (Sunction)
Pada cara ini leher rahim juga diperbesar seperti D & C, kemudian sebuah tabung dimasukkan ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehingga bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.
Peracunan dengan garam (Salt poisoned)
Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu (4 bulan), ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak, sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi, lalu sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikkan ke dalamnya. Bayi yang malang ini menelan garam beracun itu dan ia amat menderita. Ia meronta-ronta dan menendang-nendang seolah-olah dia dibakar hidup-hidup oleh racun itu. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam, kulitnya benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. (Sering juga bayi-bayi ini lahir dalam keadaan masih hidup, biasanya mereka dibiarkan saja agar mati).
Histerotomi atau bedah Caesar
Terutama dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat bedah melalui dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan saja agar mati atau kadang-kadang langsung dibunuh.
Pengguguran kimia (Prostaglandin)
Penggunaan cara terbaru ini memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaceutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi-bayi yang terpenggal. Sering juga bayi yang keluar itu masih hidup. Efek sampingan bagi si ibu banyak sekali ada yang mati akibat serangan jantung waktu carian kimia itu disuntikkan.
Pil pembunuh
Pil Roussell-Uclaf (RU-486), satu campuran obat buatan Perancis tahun 1980.
Pengaborsiannya butuh waktu tiga hari dan disertai kejang-kejang berat serta pendarahan yang dapat terus berlangsung sampai 16 hari.
CONTOH ABORSI:
Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi:
Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus).
Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya – setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu akhirnya meninggal.
Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.
Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.
Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
RESIKO ABORSI
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10.Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11.Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12.Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
AGAMA DAN ABORSI
Kami akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi) serta agama Kristen (Alkitab & Aborsi) untuk menggambarkan pemahaman lebih lanjut mengenai aborsi dan agama. Pertama-tama kami akan membahasnya dari segi agama Islam.
Al-Quran & Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah.
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
HUKUM DAN ABORSI
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
1. Pasal 229 5. Pasal 346
2. Pasal 341 6. Pasal 347
3. Pasal 342 7. Pasal 348
4. Pasal 343 8. Pasal 349
PENUTUP
Kesimpulan
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.
Aborsi aman bila:
• Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
• Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
• Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri
• Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali perempuan yang memutuskan melakukan Aborsi.
Keahlian bidan sekarang ini sering disalah gunakan untuk melakukan tindakan yang menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat kontrasepsi dan mengikuti program KB.
Saran
Bagi seorang wanita. Jika anda sedang memikirkan untuk melakukan aborsi, tenangkan pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali. Aborsi akan membuahkan masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi anda – di dunia dan di akhirat.
Ada beberapa pihak yang dapat diminta bantuannya dalam hal menangani masalah aborsi ini, yaitu:
1. Keluarga dekat atau anggota keluarga lain.
2. Saudara-saudara seiman
3. Orang-orang lain yang bersedia membantu secara pribadi
Pertama-tama, hubungi keluarga terlebih dahulu. Orang tua, kakak, om, tante atau saudara-saudara dekat lainnya. Minta bantuan mereka untuk mendampingi di saat-saat yang sukar ini.
Solusi untuk Bayi
Apapun alasan anda, aborsi bukanlah jalan keluar. Setiap bayi yang dilahirkan, selalu dipersiapkan Tuhan segala sesuatunya untuk dia. Jika saat ini anda merasa tidak sanggup membiayai kehidupan dia, berdoalah agar Tuhan memberikan jalan keluar.
Jika anda benar-benar tidak menginginkan anak tersebut, carilah orang-orang dekat yang bersedia untuk menerimanya sebagai anak angkat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k –
Pancasila Kewarganegaraan ( Tugas 8)
ILLEGAL LOGGING
PENDAHULUAN
Illegal Logging bak masalah yang terlupakan belakangan ini. Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, pertikaian antara perwira Polri, seakan menenggelamkan isu besar yang satu ini. Negeri besar dengan kekayaan hutan jutaan hektar habis dibabat secara illegal. Ironisnya, masalah ini tak luput dari keterlibatan para aparat negara.Tak bisa dipungkiri, lemahnya moral para aparat menjadi salah satu hambatan penanganan kasus illegal logging. Kabareskim Polri Komjen Ito Sumardi mengakui, kentalnya praktik KKN dalam penanganan kasus ini sering terjadi di lapangan.Modus operandi yang kerap digunakan di antaranya melakukan penebangan di radius yang dilarang, menyogok aparat, membiayai beking, dan pengawal aparat, kolusi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), hingga pemalsuan dokumen SKSHH, dan penyelundupan dengan memanfaatkan sistem pasar perdagangan bebas antarnegara.
Pelakunya bisa dari cukong atau pemilik modal, masyarakat setempat, pemilik pabrik pemotongan, hingga aparat sendiri," kata Ito dalam seminar bertajuk "Solusi Penanganan Pembalakan Liar (Illegal Logging)" di DPR beberapa waktu lalu. Ia berjanji, akan menindak tegas oknum kepolisian yang terlibat dalam kasus tersebut.
Sekadar pengetahuan, illegal logging sesuai UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).
PEMBAHASAN
Pengertian Hutan dan Fungsinya:
Hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting fungsinya untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam Ketentuan Pokok Kehutanan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967, pengertian Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhnya pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan
Sebagai kekayaan alam milik bangsa dan negara, maka hak-hak bangsa dan negara atas hutan dan hasilnya perlu dijaga dan dipertahankan supaya hutan tersebut dapat memenuhi fungsinya bagi kepentingan bangsa dan negara itru sendiri. Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 bahwa bumi air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pembangunan hutan merupakan salah satu sasaran pembangunan nasional yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Pembangunan hutan sebagaimana yang diharapkan dapat terwujud, ternyata hal itu sekarang hanyalah sesuatu yang akan sulit terjadi, hal ini adalah karena maraknya praktek illegal logging yang terjadi di Indonesia. Illegal logging sekarang ini menjadi permasalahan yang sangat serius di Indonesia karena dapat menimbulkan masalah multi dimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Hal tersebut merupakan konsekwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang didalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi),fungsi.lingkungan.(ekologi).serta.fungsi.sosial.
Fungsi sosial budaya dari hutan dapat dilihat dengan adanya keterkaitan antara hutan dengan masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan, baik dalam hubungannya sebagai sumber mata pencaharian, hubungan religius, hubungan adat dan sebagainya. Dilihat dari aspek sosial, illegal logging menimbulkan berbagai konflik seperti konflik hak atas hutan , konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat terhadap hutan. Aspek budaya seperti ketergantungan masyarakat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap memiliki nilai magic juga ikut terpengaruh oleh praktik-praktik illegal logging yang pada akhirnya mengubah perspektif dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan. Dampak kerusakan ekologi atau lingkungan akibat illegal logging tersebut menurut bebarapa pakar pemerhati lingkungan yang meneliti berbagai bencana alam yang terjadi, mensinyalir sebagai akibat dari illegal logging yang juga menimbulkan kerusakan flora dan,fauna.
Dampak kerusakan hutan di Indonesia menurut data dari Departemen Kehutanan tahun 2003 menyebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahun, bahkan sejumlah laporan menyebutkan antara 1,6 sampai 2,4 hutan Indonesia hilang setiap tahunnya atau sama dengan luas enam kali lapangan bola hilang setiap menitnya (ICEL-Indonesian for Center Environmental Law, 19-10-2003:2). Data terbaru dari Departemen Kehutanan ( Andriana, 2004:1, dikutip dari buku IGM. Nurdjana 2005:5) menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 3,8 juta hektar pertahun dan negara telah kehilangan Rp 83 miliar per hari akibat illegal logging.
Seiring terjadinya krisis di negara Indonesia dan juga dimulainya reformasi disegala bidang kehidupan juga berdampak kedalam kehidupan ekonomi masyarakat disekitar hutan. Upaya memanfaatkan situasi berupa tindakan pelanggaran hukum dibidang kehutanan khususnya pencurian kayu jati oleh sebagian masyarakat desa sekitar hutan yang tidak bertanggungjawab dengan dalih krisis pangan mulai terjadi. Pencurian kayu jati dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan yang mengakibatkan nilai kerugian.yang.diderita.oleh.pemerintah.semakin.bertambah.
Menyadarai pentingnya peranan hutan dalam masyarakat serta untuk menciptakan ketertiban dan kemanan masyarakat, pemerintah harus tidak berpangku tangan melainkan bertindak dan mengambil langkah baik preventif maupun represif untuk menanggulangi praktek illegal logging yang telah lama terjadi. Disahkannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan harus mampu dijadikan senjata bagi aparat penegak hukum untuk.menindak.para pelaku illegal logging.
Pengertian Ilegal Logging
Ilegal logging (Pembalakan Liar)
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber terpercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan. Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar,dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS.
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan ekspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar. Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.
Pemerintah sepertinya tidak memperhatikan atau bahkan mengabaikan (?) tindakan pencegahan. Berapa anggaran yang disediakan pemerintah untuk mengawasi hutan-hutan kita di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, atau pulau-pulau lainnya? Armada apa yang dipergunakan? Helikopter? Satuan khusus tentara atau polisi, atau polisi kehutanan? Kok tak ada terdengar dan terlihat geliatnya. Seandainya saja pemerintah mau konsentrasi untuk mencegah penebangan liar. Terlalu susahkah melakukan itu? Terlalu sulitkah melacak dan mengendus orang-orang yang sedianya akan melakukan penebangan hutan, tepat sebelum mereka menebang? Nilai kayu-kayu yang diambil dari hutan-hutan kita setiap tahunnya mencapai puluhan trilyun rupiah. Hutan kita yang rusak setiap tahunnya mencapai jutaan hektar. Indonesia adalah negara di urutan satu dengan laju perusakan hutan tercepat.
Sungguh memalukan!!!!!
Illegal logging (penebangan liar), semua rakyat Indonesia telah sangat mengenal istilah ini. Setiap hari diperbincangkan, bahkan selalu menjadi topik yang sangat hangat ditengah berbagai permasalahan mendasar bangsa ini. Ada yang menyatakan bahwa illegal logging adalah sebuah kejahatan yang tak terkirakan. WALHI menyatakan bahwa setiap menitnya hutan Indonesia seluas 7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang merusak).
Dunia internasional menyorot Indonesia yang hingga saat ini belum mampu menyelesaikan permasalahan illegal logging. Berbagai proyek kerjasama internasional pun digulirkan ke Indonesia, mulai dari mendorong kebijakan, penelitian hingga kampanye anti illegal logging. Bahkan Departemen Kehutanan pun telah meletakkan permasalahan illegal logging di dalam rencana kehutanan nasional sebagai sebuah isu penting.yang.harus.segera.dituntaskan
Dalam beberapa bulan terakhir, sorotan media terhadap aktivitas illegal logging pun semakin gencar. Berbagai wawancara langsung dengan pelaku penebang pun telah terpublikasikan. Namun seolah-olah, aktivitas illegal logging masih belum tersentuh hukum. Saling lempar kewenangan dan tanggung jawab terjadi. Antara instansi teknis kehutanan, kepolisian dan kejaksaan, antara pusat dan daerah, selalu terjadi pelimpahan tanggung jawab untuk menangani illegal logging. Apakah tak ada yang mampu dilakukan untuk.menyelesaikan.permasalahan.illegal.logging.ini?
AKAR.MASALAH.YANG.TAK.PERNAH.TERSENTUH
Dari beberapa pengamatan, terdapat beberapa areal yang selama ini menjadi akar permasalahan yang hingga saat ini belum tersentuh didalam penanganan permasalahan penebangan.liar.
1..Semrawutnya.sewenangan.di.sektor.kehutanan
Undang-undang Otonomi dan Undang-undang Kehutanan sendiri konflik satu sama lain dalam menentukan legal tidak legalnya sebuah operasi kehutanan. Menurut UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bupati berhak mengeluarkan ijin-ijin IPK, IPHH, dan berbagai macam ijin sah lainnya di tingkat kabupaten yang dipakai untuk mengeluarkan kayu-kayu dari hutan, dimana di sisi lain pemerintah pusat meradang akibatnya dan mengklaim bahwa seluruh ijin ?resmi?? tersebut bertentangan dengan UU Kehutanan. Bahkan saat ini beberapa kabupaten telah mengeluarkan Peraturan Daerah yang berkaitan tentang Hutan dan Kehutanan yang memperbolehkan pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu oleh Bupati dengan luasan hingga 50.000 hektar serta adanya SK Bupati untuk pemanfaatan kayu dengan alasan pembukaan areal untuk perkebunan serta pemberian ijin konsesi skala kecil. Hal ini diperparah dengan begitu mudahnya dikeluarkannya Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) oleh Dinas Kehutanan, bahkan ada pihak yang mampu melakukan pemalsuan dokumen demi tujuan pengekstraksian kayu di hutan. Lantas, untuk menentukan legal atau tidak legal sebuah kayu dari sebuah operasi kehutanan, misalnya, hukum mana yang anda pakai?
Disisi penegakan hukum, hingga saat ini selalu terjadi saling lempar kewenangan dalam penanganan illegal logging. Kepolisian dan Kejaksaan yang harusnya menjadi aktor utama penegakan hukum pun telah patah arang, sehingga membutuhkan bantuan dari instansi teknis kehutanan. Sementara instansi teknis kehutanan selalu menyatakan bahwa kewenangan penegakan hukum hanya ada di Kepolisian dan Kejaksaan. Lalu siapa yang sebenarnya berhak untuk melakukan penegakan hukum? Haruskah hukum rimba yang berlaku?
2. Gap antara kebutuhan industri perkayuan dan ketersediaan kayu di hutan
Industri perkayuan di Kalimantan Timur memiliki kapasitas produksi sebesar 9,1 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sementara saat ini Departemen Kehutanan hanya mengeluarkan ijin resmi sebesar 1,5 juta meter kubik kayu setiap tahunnya. Hal ini memicu pemenuhan kebutuhan industri perkayuan dari kayu yang tidak legal. Bahkan ketika industri kehutanan mengalami keterpurukannya, dimana 128 industri kehutanan berhutang hingga 22 triliun rupiah, pemerintah masih terus memberikan bantuan kepada pengusaha kehutanan dengan berbagai fasilitas dan suntikan uang rakyat bagi industri kehutanan.
3. Ketidakpastian tenurial memicu pengrusakan sosial dan budaya masyarakat
Permasalahan tenurial telah menjadi titik kunci dari terus terjadinya pengrusakan hutan, dimana ketidakpastian tenurial telah membuat masyarakat terpaksa ?melepaskan? kawasan kelolanya kepada pengusaha yang berimplikasi pada pelepaspaksaan budaya dan ikatan batin dengan kawasan kelola. Disaat terbukanya keran otonomi daerah,
4. Korupsi.yang.mengakar
Korupsi merupakan sebuah akar dari keseluruhan permasalahan negeri. Korupsi di sektor kehutanan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan tidak melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hutan, pemberian ijin yang tidak sesuai dengan kondisi aktual kawasan, kolusi dalam pemberian jatah tebang tahunan, menerima ?upeti? dari penebang kayu tak berijin, hingga melakukan pembiaran terhadap pengrusakan.hutan..
UPAYA PENANGGULANGAN ILLEGAL – LOGGING :
Seperti diketahui bahwa illegal logging mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal logging tidak dapat jika hanya ditangani didalam negeri, tetapi juga harus melibatkan luar negeri, karena illegal logging sangat terkait erat dengan banyaknya permintaan kayu dari luar negeri. Namun demikian masih terdapat cara-cara dalam rangka menanggulangi illegal logging. Pertama secara prefentif, yaitu cara – cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati / Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
b. Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log dari Indonesia.
c. Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan illegal trade.
Kemudian yang kedua adalah dengan cara represif, yaitu melakukan operasi secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta dengan Polri dalam pelaksanaan operasi Wanalaga. Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging ini, secara internasional telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “ …I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help developing countries stop illegal logging, a practice that destroys biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the atmosphere.”
Namun demikian upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil dan terlambat apabila dari pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi dkk (2004) dalam Dasar-dasar Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakan tindakan darurat, akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkah-langkah telah dilakukan, namun pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.
2. Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ), namum demikian masih sangat perlu dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.
3. Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsure dalam masyarakat.
4. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.
5. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.
KESIMPULAN
Kekayaan alam paling melimpah dan wujud nyatanya di depan mata kita , mulai raib pelan-pelan. Sedikit review dan pembahasan yang akan dipaparkan dari Walhi ini mungkin bisa membuat kita terhenyak dan menjadi sadar. Peduli akan alam, peduli akan hutan dan peduli tentang lingkungan. Teman, mari kita sebarkan info ini dan dukung kelestarian alam.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Semakin meluasnya lahan kosong atau gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang merupakan suatu kondisi dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Pesan untuk para pembaca lestarikanlah hutan perangi segala macam tindakan yang bisa merusak hutan kita, terutama perbuatan illegal logging yang sangat merugikan kita semua ,mari kita lestarikan alam untuk anak cucu kita kelak
DAFTAR PUSTAKA
- Darsono, Valentius, MS. Drs. 1994. Pengantar Ilmu Lingkungan. Edisi Revisi.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
- http : //WWW.dephut.go.id. Departemen Kehutanan Koordinasi dengan Mabes TNI
Dalam Pemberantasan Penebangan Liar. Siaran Pers Nomor .51/II.PIK-1/2003.
Dikunjungi tanggal 4 April 2004
- http://kyotoreview.cseas.Kyoto-u.ac.jp/issue/issue1/article_178_p.html.
Dikunjungi tanggal 11 Mei 2004.
PENDAHULUAN
Illegal Logging bak masalah yang terlupakan belakangan ini. Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, pertikaian antara perwira Polri, seakan menenggelamkan isu besar yang satu ini. Negeri besar dengan kekayaan hutan jutaan hektar habis dibabat secara illegal. Ironisnya, masalah ini tak luput dari keterlibatan para aparat negara.Tak bisa dipungkiri, lemahnya moral para aparat menjadi salah satu hambatan penanganan kasus illegal logging. Kabareskim Polri Komjen Ito Sumardi mengakui, kentalnya praktik KKN dalam penanganan kasus ini sering terjadi di lapangan.Modus operandi yang kerap digunakan di antaranya melakukan penebangan di radius yang dilarang, menyogok aparat, membiayai beking, dan pengawal aparat, kolusi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), hingga pemalsuan dokumen SKSHH, dan penyelundupan dengan memanfaatkan sistem pasar perdagangan bebas antarnegara.
Pelakunya bisa dari cukong atau pemilik modal, masyarakat setempat, pemilik pabrik pemotongan, hingga aparat sendiri," kata Ito dalam seminar bertajuk "Solusi Penanganan Pembalakan Liar (Illegal Logging)" di DPR beberapa waktu lalu. Ia berjanji, akan menindak tegas oknum kepolisian yang terlibat dalam kasus tersebut.
Sekadar pengetahuan, illegal logging sesuai UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).
PEMBAHASAN
Pengertian Hutan dan Fungsinya:
Hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting fungsinya untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam Ketentuan Pokok Kehutanan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967, pengertian Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhnya pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan
Sebagai kekayaan alam milik bangsa dan negara, maka hak-hak bangsa dan negara atas hutan dan hasilnya perlu dijaga dan dipertahankan supaya hutan tersebut dapat memenuhi fungsinya bagi kepentingan bangsa dan negara itru sendiri. Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 bahwa bumi air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pembangunan hutan merupakan salah satu sasaran pembangunan nasional yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Pembangunan hutan sebagaimana yang diharapkan dapat terwujud, ternyata hal itu sekarang hanyalah sesuatu yang akan sulit terjadi, hal ini adalah karena maraknya praktek illegal logging yang terjadi di Indonesia. Illegal logging sekarang ini menjadi permasalahan yang sangat serius di Indonesia karena dapat menimbulkan masalah multi dimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Hal tersebut merupakan konsekwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang didalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi),fungsi.lingkungan.(ekologi).serta.fungsi.sosial.
Fungsi sosial budaya dari hutan dapat dilihat dengan adanya keterkaitan antara hutan dengan masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan, baik dalam hubungannya sebagai sumber mata pencaharian, hubungan religius, hubungan adat dan sebagainya. Dilihat dari aspek sosial, illegal logging menimbulkan berbagai konflik seperti konflik hak atas hutan , konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat terhadap hutan. Aspek budaya seperti ketergantungan masyarakat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap memiliki nilai magic juga ikut terpengaruh oleh praktik-praktik illegal logging yang pada akhirnya mengubah perspektif dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan. Dampak kerusakan ekologi atau lingkungan akibat illegal logging tersebut menurut bebarapa pakar pemerhati lingkungan yang meneliti berbagai bencana alam yang terjadi, mensinyalir sebagai akibat dari illegal logging yang juga menimbulkan kerusakan flora dan,fauna.
Dampak kerusakan hutan di Indonesia menurut data dari Departemen Kehutanan tahun 2003 menyebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahun, bahkan sejumlah laporan menyebutkan antara 1,6 sampai 2,4 hutan Indonesia hilang setiap tahunnya atau sama dengan luas enam kali lapangan bola hilang setiap menitnya (ICEL-Indonesian for Center Environmental Law, 19-10-2003:2). Data terbaru dari Departemen Kehutanan ( Andriana, 2004:1, dikutip dari buku IGM. Nurdjana 2005:5) menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 3,8 juta hektar pertahun dan negara telah kehilangan Rp 83 miliar per hari akibat illegal logging.
Seiring terjadinya krisis di negara Indonesia dan juga dimulainya reformasi disegala bidang kehidupan juga berdampak kedalam kehidupan ekonomi masyarakat disekitar hutan. Upaya memanfaatkan situasi berupa tindakan pelanggaran hukum dibidang kehutanan khususnya pencurian kayu jati oleh sebagian masyarakat desa sekitar hutan yang tidak bertanggungjawab dengan dalih krisis pangan mulai terjadi. Pencurian kayu jati dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan yang mengakibatkan nilai kerugian.yang.diderita.oleh.pemerintah.semakin.bertambah.
Menyadarai pentingnya peranan hutan dalam masyarakat serta untuk menciptakan ketertiban dan kemanan masyarakat, pemerintah harus tidak berpangku tangan melainkan bertindak dan mengambil langkah baik preventif maupun represif untuk menanggulangi praktek illegal logging yang telah lama terjadi. Disahkannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan harus mampu dijadikan senjata bagi aparat penegak hukum untuk.menindak.para pelaku illegal logging.
Pengertian Ilegal Logging
Ilegal logging (Pembalakan Liar)
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber terpercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan. Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar,dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS.
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan ekspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar. Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.
Pemerintah sepertinya tidak memperhatikan atau bahkan mengabaikan (?) tindakan pencegahan. Berapa anggaran yang disediakan pemerintah untuk mengawasi hutan-hutan kita di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, atau pulau-pulau lainnya? Armada apa yang dipergunakan? Helikopter? Satuan khusus tentara atau polisi, atau polisi kehutanan? Kok tak ada terdengar dan terlihat geliatnya. Seandainya saja pemerintah mau konsentrasi untuk mencegah penebangan liar. Terlalu susahkah melakukan itu? Terlalu sulitkah melacak dan mengendus orang-orang yang sedianya akan melakukan penebangan hutan, tepat sebelum mereka menebang? Nilai kayu-kayu yang diambil dari hutan-hutan kita setiap tahunnya mencapai puluhan trilyun rupiah. Hutan kita yang rusak setiap tahunnya mencapai jutaan hektar. Indonesia adalah negara di urutan satu dengan laju perusakan hutan tercepat.
Sungguh memalukan!!!!!
Illegal logging (penebangan liar), semua rakyat Indonesia telah sangat mengenal istilah ini. Setiap hari diperbincangkan, bahkan selalu menjadi topik yang sangat hangat ditengah berbagai permasalahan mendasar bangsa ini. Ada yang menyatakan bahwa illegal logging adalah sebuah kejahatan yang tak terkirakan. WALHI menyatakan bahwa setiap menitnya hutan Indonesia seluas 7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang merusak).
Dunia internasional menyorot Indonesia yang hingga saat ini belum mampu menyelesaikan permasalahan illegal logging. Berbagai proyek kerjasama internasional pun digulirkan ke Indonesia, mulai dari mendorong kebijakan, penelitian hingga kampanye anti illegal logging. Bahkan Departemen Kehutanan pun telah meletakkan permasalahan illegal logging di dalam rencana kehutanan nasional sebagai sebuah isu penting.yang.harus.segera.dituntaskan
Dalam beberapa bulan terakhir, sorotan media terhadap aktivitas illegal logging pun semakin gencar. Berbagai wawancara langsung dengan pelaku penebang pun telah terpublikasikan. Namun seolah-olah, aktivitas illegal logging masih belum tersentuh hukum. Saling lempar kewenangan dan tanggung jawab terjadi. Antara instansi teknis kehutanan, kepolisian dan kejaksaan, antara pusat dan daerah, selalu terjadi pelimpahan tanggung jawab untuk menangani illegal logging. Apakah tak ada yang mampu dilakukan untuk.menyelesaikan.permasalahan.illegal.logging.ini?
AKAR.MASALAH.YANG.TAK.PERNAH.TERSENTUH
Dari beberapa pengamatan, terdapat beberapa areal yang selama ini menjadi akar permasalahan yang hingga saat ini belum tersentuh didalam penanganan permasalahan penebangan.liar.
1..Semrawutnya.sewenangan.di.sektor.kehutanan
Undang-undang Otonomi dan Undang-undang Kehutanan sendiri konflik satu sama lain dalam menentukan legal tidak legalnya sebuah operasi kehutanan. Menurut UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bupati berhak mengeluarkan ijin-ijin IPK, IPHH, dan berbagai macam ijin sah lainnya di tingkat kabupaten yang dipakai untuk mengeluarkan kayu-kayu dari hutan, dimana di sisi lain pemerintah pusat meradang akibatnya dan mengklaim bahwa seluruh ijin ?resmi?? tersebut bertentangan dengan UU Kehutanan. Bahkan saat ini beberapa kabupaten telah mengeluarkan Peraturan Daerah yang berkaitan tentang Hutan dan Kehutanan yang memperbolehkan pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu oleh Bupati dengan luasan hingga 50.000 hektar serta adanya SK Bupati untuk pemanfaatan kayu dengan alasan pembukaan areal untuk perkebunan serta pemberian ijin konsesi skala kecil. Hal ini diperparah dengan begitu mudahnya dikeluarkannya Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) oleh Dinas Kehutanan, bahkan ada pihak yang mampu melakukan pemalsuan dokumen demi tujuan pengekstraksian kayu di hutan. Lantas, untuk menentukan legal atau tidak legal sebuah kayu dari sebuah operasi kehutanan, misalnya, hukum mana yang anda pakai?
Disisi penegakan hukum, hingga saat ini selalu terjadi saling lempar kewenangan dalam penanganan illegal logging. Kepolisian dan Kejaksaan yang harusnya menjadi aktor utama penegakan hukum pun telah patah arang, sehingga membutuhkan bantuan dari instansi teknis kehutanan. Sementara instansi teknis kehutanan selalu menyatakan bahwa kewenangan penegakan hukum hanya ada di Kepolisian dan Kejaksaan. Lalu siapa yang sebenarnya berhak untuk melakukan penegakan hukum? Haruskah hukum rimba yang berlaku?
2. Gap antara kebutuhan industri perkayuan dan ketersediaan kayu di hutan
Industri perkayuan di Kalimantan Timur memiliki kapasitas produksi sebesar 9,1 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sementara saat ini Departemen Kehutanan hanya mengeluarkan ijin resmi sebesar 1,5 juta meter kubik kayu setiap tahunnya. Hal ini memicu pemenuhan kebutuhan industri perkayuan dari kayu yang tidak legal. Bahkan ketika industri kehutanan mengalami keterpurukannya, dimana 128 industri kehutanan berhutang hingga 22 triliun rupiah, pemerintah masih terus memberikan bantuan kepada pengusaha kehutanan dengan berbagai fasilitas dan suntikan uang rakyat bagi industri kehutanan.
3. Ketidakpastian tenurial memicu pengrusakan sosial dan budaya masyarakat
Permasalahan tenurial telah menjadi titik kunci dari terus terjadinya pengrusakan hutan, dimana ketidakpastian tenurial telah membuat masyarakat terpaksa ?melepaskan? kawasan kelolanya kepada pengusaha yang berimplikasi pada pelepaspaksaan budaya dan ikatan batin dengan kawasan kelola. Disaat terbukanya keran otonomi daerah,
4. Korupsi.yang.mengakar
Korupsi merupakan sebuah akar dari keseluruhan permasalahan negeri. Korupsi di sektor kehutanan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan tidak melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hutan, pemberian ijin yang tidak sesuai dengan kondisi aktual kawasan, kolusi dalam pemberian jatah tebang tahunan, menerima ?upeti? dari penebang kayu tak berijin, hingga melakukan pembiaran terhadap pengrusakan.hutan..
UPAYA PENANGGULANGAN ILLEGAL – LOGGING :
Seperti diketahui bahwa illegal logging mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal logging tidak dapat jika hanya ditangani didalam negeri, tetapi juga harus melibatkan luar negeri, karena illegal logging sangat terkait erat dengan banyaknya permintaan kayu dari luar negeri. Namun demikian masih terdapat cara-cara dalam rangka menanggulangi illegal logging. Pertama secara prefentif, yaitu cara – cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati / Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
b. Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log dari Indonesia.
c. Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan illegal trade.
Kemudian yang kedua adalah dengan cara represif, yaitu melakukan operasi secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta dengan Polri dalam pelaksanaan operasi Wanalaga. Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging ini, secara internasional telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “ …I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help developing countries stop illegal logging, a practice that destroys biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the atmosphere.”
Namun demikian upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil dan terlambat apabila dari pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi dkk (2004) dalam Dasar-dasar Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakan tindakan darurat, akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkah-langkah telah dilakukan, namun pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.
2. Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ), namum demikian masih sangat perlu dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.
3. Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsure dalam masyarakat.
4. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.
5. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.
KESIMPULAN
Kekayaan alam paling melimpah dan wujud nyatanya di depan mata kita , mulai raib pelan-pelan. Sedikit review dan pembahasan yang akan dipaparkan dari Walhi ini mungkin bisa membuat kita terhenyak dan menjadi sadar. Peduli akan alam, peduli akan hutan dan peduli tentang lingkungan. Teman, mari kita sebarkan info ini dan dukung kelestarian alam.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Semakin meluasnya lahan kosong atau gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang merupakan suatu kondisi dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Pesan untuk para pembaca lestarikanlah hutan perangi segala macam tindakan yang bisa merusak hutan kita, terutama perbuatan illegal logging yang sangat merugikan kita semua ,mari kita lestarikan alam untuk anak cucu kita kelak
DAFTAR PUSTAKA
- Darsono, Valentius, MS. Drs. 1994. Pengantar Ilmu Lingkungan. Edisi Revisi.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
- http : //WWW.dephut.go.id. Departemen Kehutanan Koordinasi dengan Mabes TNI
Dalam Pemberantasan Penebangan Liar. Siaran Pers Nomor .51/II.PIK-1/2003.
Dikunjungi tanggal 4 April 2004
- http://kyotoreview.cseas.Kyoto-u.ac.jp/issue/issue1/article_178_p.html.
Dikunjungi tanggal 11 Mei 2004.
Pancasila Kewarganegaraan ( Tugas 7)
BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PENDAHULUAN
Perkembangan penyalahgunaan Narkoba dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Dasadari pula bahwa masalah penyalahgunaan Narkoba merupakan masalah nasional dan internasional karena berdampak negatif yang dapat merusak serta mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara serta dapat menghambat proses pembangunan nasional.
Sampai saat ini penyalahgunaan Narkoba di belahan dunia manapun tidak pernah kunjung berkurang, bahkan di Amerika Serikat yang dikatakan memiliki segala kemampuan sarana dan prasarana, berupa teknologi canggih dan sumber daya manusia yang profesional, ternyata angka penyalahgunaan Narkoba makin hari makin meningkat sejalan dengan perjalanan waktu.
Di Indonesia sendiri saat ini angka penyalahgunaan Narkoba telah mencapai titik yang mengkawatirkan, karena pada saat sekitar awal tahun 1990-an masalah Narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dijadikan sebagai negara transit saja, belakangan ini telah dijadikan sebagai negara tujuan atau pangsa pasar dan bahkan dinyatakan sebagai negara produsen/pengeksport Narkoba terbesar di dunia.
Keinginan untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk seperti sekarang ini, diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan penyalahgunaan Narkoba lain akan semakin marak di masa mendatang. Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencari jalan penyelesaian yang paling baik guna mengatasi permasalahan Narkoba ini sehingga tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menyadari bahwa penyalahgunaan Narkoba ini sama halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat kita lakukan secara realistik hanyalah bagaimana cara menekan dan mengendalikan sampai seminimal mungkin angka penyalahgunaan Narkoba serta bagaimana kita melakukan upaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Narkoba ini.
Dengan demikian perlu dicari upaya yang paling ideal, efektif dan aplikatif serta realistik dalam penanggulangan masalah Narkoba ini dengan melibatkan semua potensi baik dari unsur pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat umum perorangan maupun kelompok
RUMUSAN MASALAH
Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes, Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak sendiri-sendiri secara sektoral. Oleh sebab itu masalah penyalahgunaan Narkoba ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba.
Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
Dari latar belakang yang tersurat dalam pendahuluan di atas dapat ditarik suatu rumusan masalah pokok sebagai berikut :
Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini ?
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ?
Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang diharapkan ?
Bagaimanakah upaya pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara komprehensif ?
PEMBAHASAN
1. Modus operandi penyalahgunaan Narkoba
Dalam melakukan aksinya, penyalahguna Narkoba dapat melalui beberapa cara atau modus operandi sebagai berikut :
a. Kelompok pengedar
1) Guna melancarkan aksinya
2) Sindikat pelaku terdiri dari jaringan yang juga terkait dengan jaringan yang sangat luas yang ada kota-kota besar di Indonesia
3) Modus operandi peredaran Narkoba dari pengedar tingkat paling bawah yang berhubungan langsung dengan pengguna, melalui dua cara, yaitu :
-Terhadap kelompok bermasalah secara ekonomis
-Terhadap kelompok bermasalah lain seperti mahasiswa
b. Pengguna
1) Biasanya mereka memesan Narkoba kepada pengedar melalui telepon/HP untuk diantarkan oleh kurir pada suatu tempat yang sudah ditentukan.
2) Dapat juga bagi para pengguna yang sudah menjadi pelanggan tetap melakukan transaksi langsung di TKP seperti di diskotik, pub, karaoke dan lain-lain.
3) Setelah mendapatkan barang/Narkoba, kemudian para pengguna mengkonsumsinya terlebih dahulu di rumah, kemudian pergi bersenang-senang di diskotik, pub, karaoke dan tempat-tempat pesta lainnya.
2. Mekanisme terjadinya penyalahgunaan Narkoba
Mekanisme atau proses terjadinya penyalahgunaan Narkoba.Faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang tersebut, seperti adanya gangguan kepribadian, adanya kecemasan, depresi atau mende-rita suatu penyakit tertentu yang secara medis memerlukan pengobatan psikotropika dan atau narkotika.
b. Faktor kontribusi
Adalah yang biasanya berasal dari lingkungan terdekatnya yang dapat memberikan pengaruh pada seseorang untuk melakukan bentuk penyimpangan sosial. Misalkan kondisi keluarga yang tidak utuh (cerai), kesibukan orang tua, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, dan lain-lain.
c. Faktor pencetus
Adalah faktor yang berasal dari luar yang dapat memberikan pengaruh langsung kepada kelompok rentan untuk melakukan penyalah-gunaan Narkoba. Misalkan adanya bujukan, jebakan, desakan dan tekan-an dari teman sebaya
3. Tahap – tahap penyalahgunaan Narkoba
Narkoba merupakan suatu zat atau substansi yang dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya. Proses terjadinya ketergantungan:
a. Tahap pengenalan awal
Pada tahap ini terjadi konsumsi Narkoba untuk pertama kalinya oleh seseorang baik secara sengaja karena alasan medis atau karena ketidaktahuan/secara tidak sengaja mengkonsumsi Narkoba
b. Tahap rekreasional
Pada tahap ini seseorang telah dengan sengaja untuk coba-coba atau iseng ingin mengetahui reaksi dari Narkoba. Biasanya mereka akan merasakan reaksi halusinasi dan eforia sesuai yang diharapkan, sehingga secara psikologis dan efek farmakologis akan mendorong orang tersebut mengulanginya lagi
c. Tahap habitual/kebiasaan
Para pengguna sudah mengkonsumsi Narkoba secara teratur misalnya tiap minggu atau dua hari sekali. Pada tahap ini telah terjadi toleransi, yaitu mereka harus meningkatkan dosis pemakaian guna menghasilkan efek atau reaksi yang diharapkan.
d. Tahap adiksi/ketagihan
Pada tahap ini dapat dipastikan 100 % akan menjadi ketergan-tungan baik secara fisik, psikologis dan sosial
e. Tahap dependensi/ketergantungan
Sama dengan tahap adiksi yaitu telah terjadi ketergantungan baik secara fisik, psikologis dan sosial, bedanya mereka yang telah memasuki tahap ini sudah tidak merasakan lagi nikmat atau ”reaksi enak” dari Narkoba, sedangkan pada tahap adiksi mereka masih dapat menikmati ”reaksi enak” seperti halusinasi, eforia dan lain-lain.
4. Dampak penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan Narkoba ini akan memberikan dampak yang sangat luas dan kompleks sebagai berikut :
a. Dampak terhadap pribadi/individu pemakai
Terjadi gangguan fisik seperti kerusakan dan kegagalan fungsi organ-organ vital
Selain itu dapat menyebabkan penyakit lain seperti tertular HIV/AIDS
Terjadi gangguan kepribadian dan psikologis secara drastis seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, pemalas dan menjadi masa bodoh. Dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena over dosis
b. Dampak terhadap keluarga
Mencuri uang atau menjual barang-barang di rumah guna dibelikan Narkoba.
Perilaku di luar dapat mencemarkan nama baik keluarga. Keluarga menjadi tertekan karena salah satu anggota keluarganya menjadi target operasi polisi dan menjadi musuh masyarakat.
c. Dampak terhadap masyarakat/lingkungan sosial
Sering membuat keributan, perkelahian dan lain-lain. Melakukan pencurian dan perampokan untuk mendapatkan sejum-lah uang.
d. Dampak terhadap bangsa dan Negara
Rusaknya generasi muda sebagai pewaris bangsa menjadi generasi yang tidak produktif.
Tidak ada lagi rasa patriotisme dan rasa cinta terhadap bangsa dan Negara Republik Indonesia sehingga tidak memiliki kesadaran bela Negara. Melainkan untuk menghancurkan negara.
5. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini
a. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum benar-benar terpadu sehingga hasil yang diperoleh belum optimal.
b. Belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi
a. Faktor internal
1) Kekuatan
a) Kebijakan pimpinan Polri untuk membentuk Direktorat Narkoba
b) Telah adanya organ dalam struktur organisasi Polri yang secara tegas mengatur tugas pokok dan tugas-tugas dalam pemberantasan penyalahgunaan Narkoba baik secara pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan rehabilitatif.
2) Kelemahan
a) Secara umum kualitas personil Polri masih sangat rendah, khususnya dalam bidang penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba.
b) Sikap moral dan perilaku beberapa oknum Polri yang masih ada yang menyimpang, cenderung mencari keuntungan pribadi
c) Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Polri merupakan kendala dalam mengejar dan menangkap kelom-pok pengedar.
d) Minimnya anggaran untuk pengungkapan kasus Narkoba.
b. Faktor eksternal
1) Peluang
a) Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psiko-tropika dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional,.
b) Dukungan masyarakat dan pemerintah terhadap Polri khu-susnya dalam memberantas masalah penyalahgunaan Narkoba.
2) Kendala/ancaman
a) Faktor politik
Situasi politik yang tidak stabil dan tingginya penya-lahgunaan wewenang seperti korupsi dan kolusi dapat memudahkan masuknya Narkoba ke negara kita
b) Faktor ekonomi
Krisis ekonomi yang belum benar-benar pulih menyebabkan tingginya angka pengangguran dan kemis-kinan sehingga memudahkan masyarakat untuk dipengaruhi untuk menyalahgunakan Narkoba.
c) Faktor sosial
Perubahan sosial yang cepat seperti modernisasi dan globalisasi membuat masyarakat dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang serba baru dan serba mendunia.
d) Faktor budaya/kebiasaan
Adakalanya dalam suatu kebiasaan tertentu, misalnya di daerah Aceh, berpandangan bahwa Ganja itu merupakan sejenis sayur yang bermanfaat untuk kesehatan
e) Faktor Hankam
Pada umumnya setiap ada konflik militer seperti di Afganistan, Aceh, Myanmar, beberapa negara di Amerika Latin dan sebagainya, maka ada kecenderungan penyalah-gunaan Narkoba sangat meningkat
PEMECAHAN MASALAH
1. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba
Kondisi yang diharapkan yaitu terjadinya upaya penanggulangan penya-lahgunaan Narkoba di Indonesia secara komprehensif. Adapun yang dimaksud dengan holistik dalam makalah ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan menggunakan pendekatan sistem (antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling terkait). Keterpaduan dan keterkaitan disini mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Subyek atau pelaksana
Subyek atau pelaku yang bertanggung jawab dalam setiap upaya penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini tidak hanya monopoli Polri saja tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab serta peran dari instansi lain terkait serta peran serta LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya secara keseluruhan untuk aktif bersama-sama secara terpadu melakukan upaya penanggulangan terha-dap penyalahgunaan Narkoba. Khusus keterpaduan antar instansi Pemerintah terkait dapat terwadahi dengan terbentuk dan berperannya Badan Narkotika Nasional (BNN) secara optimal sesuai dengan ketentuan Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
b. Obyek atau sasaran
Adalah siapa dan apa yang akan dilakukan intervensi atau yang menjadi target sasaran dalam pemberantasan atau penanggulangan pe-nyalahgunaan Narkoba ini. Sasaran disini dapat berupa :
1) Orang, seperti pengedar atau bandar, pengguna atau korban, masyarakat rentan dan masyarakat umum lainnya.
2) Tempat, seperti lahan cultivasi atau penanaman, laboratorium atau tempat proses produksi dan tempat penyimpanan.
3) Jalur distribusi (darat, laut dan udara) atau trafficking.
c. Metode atau cara bertindak
Adalah setiap upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistic dan realistik yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan istilah Harm Minimisation, yang secara garis besar terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Supply Control
Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat.
2) Demand Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan pasar atau dengan kata lain untuk mening-katkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal untuk menolak keberadaan Narkoba.
3) Harm Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan maksud untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat penggunaan dan ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini didasarkan pada kesadaran pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ada upaya-upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan Narkoba tersebut.
2. Peran Instansi dan kelompok lain
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba scr komprehensif perlu kebersamaan, keterpaduan dan keterkaitan antara satu institusi dengan yang lain guna mencapai hasil yang optimal. Keterpaduan disini juga berlaku terhadap semua fungsi dalam lingkungan internal Polri, dengan instansi Pemerintah terkait dan dengan kelompok masyarakat lainnya. Adapun secara garis besar yang menjadi tugas, fungsi dan peranan masing-masing instansi atau kelompok masyarakat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pemerintah/Pemerintah Daerah
1) Menyediakan sarana dan fasilitas secara umum
2) Penyediaan anggaran melalui APBN/APBD
3) Bersama Legeslatif menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat memayungi palaksanaan penanggulangan penyalahgu-naan Narkoba.
b. Polri
1) Melakukan kegiatan preventif seperti razia atau operasi kepolisian dengan sasaran orang dan atau tempat-tempat yang dicurigai.
2) Melakukan kegiatan represif yaitu penindakan terhadap penyalah-guna (pengedar dan pengguna) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Departemen Kesehatan/Dinas kesehatan
d. Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan
e. Imigrasi
f. Bea dan Cukai
g. Departemen/Dinas Pertanian
h. Kementrian Informasi/Dinas Penerangan
i. Departemen/Dinas Sosial
j. Kejaksaan
k. Pengadilan
l. Lembaga Pemasyarakatan
m. Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )
n. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun modus operandi yang dilakukan oleh para pengedar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal
b. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan.
c. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu :
1) Supply control
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan represif guna menekan atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di lingkungan masyarakat
2) Demand reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya.
3) Harm reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan intervensi kepada korban/pengguna yang sudah ketergantungan agar tidak semakin parah/membahayakan
2. S a r a n
a. Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
b. Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
c. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
d. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.
PENDAHULUAN
Perkembangan penyalahgunaan Narkoba dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Dasadari pula bahwa masalah penyalahgunaan Narkoba merupakan masalah nasional dan internasional karena berdampak negatif yang dapat merusak serta mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara serta dapat menghambat proses pembangunan nasional.
Sampai saat ini penyalahgunaan Narkoba di belahan dunia manapun tidak pernah kunjung berkurang, bahkan di Amerika Serikat yang dikatakan memiliki segala kemampuan sarana dan prasarana, berupa teknologi canggih dan sumber daya manusia yang profesional, ternyata angka penyalahgunaan Narkoba makin hari makin meningkat sejalan dengan perjalanan waktu.
Di Indonesia sendiri saat ini angka penyalahgunaan Narkoba telah mencapai titik yang mengkawatirkan, karena pada saat sekitar awal tahun 1990-an masalah Narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dijadikan sebagai negara transit saja, belakangan ini telah dijadikan sebagai negara tujuan atau pangsa pasar dan bahkan dinyatakan sebagai negara produsen/pengeksport Narkoba terbesar di dunia.
Keinginan untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk seperti sekarang ini, diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan penyalahgunaan Narkoba lain akan semakin marak di masa mendatang. Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencari jalan penyelesaian yang paling baik guna mengatasi permasalahan Narkoba ini sehingga tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menyadari bahwa penyalahgunaan Narkoba ini sama halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat kita lakukan secara realistik hanyalah bagaimana cara menekan dan mengendalikan sampai seminimal mungkin angka penyalahgunaan Narkoba serta bagaimana kita melakukan upaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Narkoba ini.
Dengan demikian perlu dicari upaya yang paling ideal, efektif dan aplikatif serta realistik dalam penanggulangan masalah Narkoba ini dengan melibatkan semua potensi baik dari unsur pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat umum perorangan maupun kelompok
RUMUSAN MASALAH
Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes, Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak sendiri-sendiri secara sektoral. Oleh sebab itu masalah penyalahgunaan Narkoba ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba.
Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
Dari latar belakang yang tersurat dalam pendahuluan di atas dapat ditarik suatu rumusan masalah pokok sebagai berikut :
Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini ?
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ?
Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang diharapkan ?
Bagaimanakah upaya pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara komprehensif ?
PEMBAHASAN
1. Modus operandi penyalahgunaan Narkoba
Dalam melakukan aksinya, penyalahguna Narkoba dapat melalui beberapa cara atau modus operandi sebagai berikut :
a. Kelompok pengedar
1) Guna melancarkan aksinya
2) Sindikat pelaku terdiri dari jaringan yang juga terkait dengan jaringan yang sangat luas yang ada kota-kota besar di Indonesia
3) Modus operandi peredaran Narkoba dari pengedar tingkat paling bawah yang berhubungan langsung dengan pengguna, melalui dua cara, yaitu :
-Terhadap kelompok bermasalah secara ekonomis
-Terhadap kelompok bermasalah lain seperti mahasiswa
b. Pengguna
1) Biasanya mereka memesan Narkoba kepada pengedar melalui telepon/HP untuk diantarkan oleh kurir pada suatu tempat yang sudah ditentukan.
2) Dapat juga bagi para pengguna yang sudah menjadi pelanggan tetap melakukan transaksi langsung di TKP seperti di diskotik, pub, karaoke dan lain-lain.
3) Setelah mendapatkan barang/Narkoba, kemudian para pengguna mengkonsumsinya terlebih dahulu di rumah, kemudian pergi bersenang-senang di diskotik, pub, karaoke dan tempat-tempat pesta lainnya.
2. Mekanisme terjadinya penyalahgunaan Narkoba
Mekanisme atau proses terjadinya penyalahgunaan Narkoba.Faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang tersebut, seperti adanya gangguan kepribadian, adanya kecemasan, depresi atau mende-rita suatu penyakit tertentu yang secara medis memerlukan pengobatan psikotropika dan atau narkotika.
b. Faktor kontribusi
Adalah yang biasanya berasal dari lingkungan terdekatnya yang dapat memberikan pengaruh pada seseorang untuk melakukan bentuk penyimpangan sosial. Misalkan kondisi keluarga yang tidak utuh (cerai), kesibukan orang tua, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, dan lain-lain.
c. Faktor pencetus
Adalah faktor yang berasal dari luar yang dapat memberikan pengaruh langsung kepada kelompok rentan untuk melakukan penyalah-gunaan Narkoba. Misalkan adanya bujukan, jebakan, desakan dan tekan-an dari teman sebaya
3. Tahap – tahap penyalahgunaan Narkoba
Narkoba merupakan suatu zat atau substansi yang dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya. Proses terjadinya ketergantungan:
a. Tahap pengenalan awal
Pada tahap ini terjadi konsumsi Narkoba untuk pertama kalinya oleh seseorang baik secara sengaja karena alasan medis atau karena ketidaktahuan/secara tidak sengaja mengkonsumsi Narkoba
b. Tahap rekreasional
Pada tahap ini seseorang telah dengan sengaja untuk coba-coba atau iseng ingin mengetahui reaksi dari Narkoba. Biasanya mereka akan merasakan reaksi halusinasi dan eforia sesuai yang diharapkan, sehingga secara psikologis dan efek farmakologis akan mendorong orang tersebut mengulanginya lagi
c. Tahap habitual/kebiasaan
Para pengguna sudah mengkonsumsi Narkoba secara teratur misalnya tiap minggu atau dua hari sekali. Pada tahap ini telah terjadi toleransi, yaitu mereka harus meningkatkan dosis pemakaian guna menghasilkan efek atau reaksi yang diharapkan.
d. Tahap adiksi/ketagihan
Pada tahap ini dapat dipastikan 100 % akan menjadi ketergan-tungan baik secara fisik, psikologis dan sosial
e. Tahap dependensi/ketergantungan
Sama dengan tahap adiksi yaitu telah terjadi ketergantungan baik secara fisik, psikologis dan sosial, bedanya mereka yang telah memasuki tahap ini sudah tidak merasakan lagi nikmat atau ”reaksi enak” dari Narkoba, sedangkan pada tahap adiksi mereka masih dapat menikmati ”reaksi enak” seperti halusinasi, eforia dan lain-lain.
4. Dampak penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan Narkoba ini akan memberikan dampak yang sangat luas dan kompleks sebagai berikut :
a. Dampak terhadap pribadi/individu pemakai
Terjadi gangguan fisik seperti kerusakan dan kegagalan fungsi organ-organ vital
Selain itu dapat menyebabkan penyakit lain seperti tertular HIV/AIDS
Terjadi gangguan kepribadian dan psikologis secara drastis seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, pemalas dan menjadi masa bodoh. Dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena over dosis
b. Dampak terhadap keluarga
Mencuri uang atau menjual barang-barang di rumah guna dibelikan Narkoba.
Perilaku di luar dapat mencemarkan nama baik keluarga. Keluarga menjadi tertekan karena salah satu anggota keluarganya menjadi target operasi polisi dan menjadi musuh masyarakat.
c. Dampak terhadap masyarakat/lingkungan sosial
Sering membuat keributan, perkelahian dan lain-lain. Melakukan pencurian dan perampokan untuk mendapatkan sejum-lah uang.
d. Dampak terhadap bangsa dan Negara
Rusaknya generasi muda sebagai pewaris bangsa menjadi generasi yang tidak produktif.
Tidak ada lagi rasa patriotisme dan rasa cinta terhadap bangsa dan Negara Republik Indonesia sehingga tidak memiliki kesadaran bela Negara. Melainkan untuk menghancurkan negara.
5. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini
a. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum benar-benar terpadu sehingga hasil yang diperoleh belum optimal.
b. Belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi
a. Faktor internal
1) Kekuatan
a) Kebijakan pimpinan Polri untuk membentuk Direktorat Narkoba
b) Telah adanya organ dalam struktur organisasi Polri yang secara tegas mengatur tugas pokok dan tugas-tugas dalam pemberantasan penyalahgunaan Narkoba baik secara pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan rehabilitatif.
2) Kelemahan
a) Secara umum kualitas personil Polri masih sangat rendah, khususnya dalam bidang penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba.
b) Sikap moral dan perilaku beberapa oknum Polri yang masih ada yang menyimpang, cenderung mencari keuntungan pribadi
c) Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Polri merupakan kendala dalam mengejar dan menangkap kelom-pok pengedar.
d) Minimnya anggaran untuk pengungkapan kasus Narkoba.
b. Faktor eksternal
1) Peluang
a) Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psiko-tropika dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional,.
b) Dukungan masyarakat dan pemerintah terhadap Polri khu-susnya dalam memberantas masalah penyalahgunaan Narkoba.
2) Kendala/ancaman
a) Faktor politik
Situasi politik yang tidak stabil dan tingginya penya-lahgunaan wewenang seperti korupsi dan kolusi dapat memudahkan masuknya Narkoba ke negara kita
b) Faktor ekonomi
Krisis ekonomi yang belum benar-benar pulih menyebabkan tingginya angka pengangguran dan kemis-kinan sehingga memudahkan masyarakat untuk dipengaruhi untuk menyalahgunakan Narkoba.
c) Faktor sosial
Perubahan sosial yang cepat seperti modernisasi dan globalisasi membuat masyarakat dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang serba baru dan serba mendunia.
d) Faktor budaya/kebiasaan
Adakalanya dalam suatu kebiasaan tertentu, misalnya di daerah Aceh, berpandangan bahwa Ganja itu merupakan sejenis sayur yang bermanfaat untuk kesehatan
e) Faktor Hankam
Pada umumnya setiap ada konflik militer seperti di Afganistan, Aceh, Myanmar, beberapa negara di Amerika Latin dan sebagainya, maka ada kecenderungan penyalah-gunaan Narkoba sangat meningkat
PEMECAHAN MASALAH
1. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba
Kondisi yang diharapkan yaitu terjadinya upaya penanggulangan penya-lahgunaan Narkoba di Indonesia secara komprehensif. Adapun yang dimaksud dengan holistik dalam makalah ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan menggunakan pendekatan sistem (antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling terkait). Keterpaduan dan keterkaitan disini mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Subyek atau pelaksana
Subyek atau pelaku yang bertanggung jawab dalam setiap upaya penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini tidak hanya monopoli Polri saja tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab serta peran dari instansi lain terkait serta peran serta LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya secara keseluruhan untuk aktif bersama-sama secara terpadu melakukan upaya penanggulangan terha-dap penyalahgunaan Narkoba. Khusus keterpaduan antar instansi Pemerintah terkait dapat terwadahi dengan terbentuk dan berperannya Badan Narkotika Nasional (BNN) secara optimal sesuai dengan ketentuan Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
b. Obyek atau sasaran
Adalah siapa dan apa yang akan dilakukan intervensi atau yang menjadi target sasaran dalam pemberantasan atau penanggulangan pe-nyalahgunaan Narkoba ini. Sasaran disini dapat berupa :
1) Orang, seperti pengedar atau bandar, pengguna atau korban, masyarakat rentan dan masyarakat umum lainnya.
2) Tempat, seperti lahan cultivasi atau penanaman, laboratorium atau tempat proses produksi dan tempat penyimpanan.
3) Jalur distribusi (darat, laut dan udara) atau trafficking.
c. Metode atau cara bertindak
Adalah setiap upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistic dan realistik yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan istilah Harm Minimisation, yang secara garis besar terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Supply Control
Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat.
2) Demand Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan pasar atau dengan kata lain untuk mening-katkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal untuk menolak keberadaan Narkoba.
3) Harm Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan maksud untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat penggunaan dan ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini didasarkan pada kesadaran pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ada upaya-upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan Narkoba tersebut.
2. Peran Instansi dan kelompok lain
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba scr komprehensif perlu kebersamaan, keterpaduan dan keterkaitan antara satu institusi dengan yang lain guna mencapai hasil yang optimal. Keterpaduan disini juga berlaku terhadap semua fungsi dalam lingkungan internal Polri, dengan instansi Pemerintah terkait dan dengan kelompok masyarakat lainnya. Adapun secara garis besar yang menjadi tugas, fungsi dan peranan masing-masing instansi atau kelompok masyarakat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pemerintah/Pemerintah Daerah
1) Menyediakan sarana dan fasilitas secara umum
2) Penyediaan anggaran melalui APBN/APBD
3) Bersama Legeslatif menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat memayungi palaksanaan penanggulangan penyalahgu-naan Narkoba.
b. Polri
1) Melakukan kegiatan preventif seperti razia atau operasi kepolisian dengan sasaran orang dan atau tempat-tempat yang dicurigai.
2) Melakukan kegiatan represif yaitu penindakan terhadap penyalah-guna (pengedar dan pengguna) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Departemen Kesehatan/Dinas kesehatan
d. Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan
e. Imigrasi
f. Bea dan Cukai
g. Departemen/Dinas Pertanian
h. Kementrian Informasi/Dinas Penerangan
i. Departemen/Dinas Sosial
j. Kejaksaan
k. Pengadilan
l. Lembaga Pemasyarakatan
m. Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )
n. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun modus operandi yang dilakukan oleh para pengedar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal
b. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan.
c. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu :
1) Supply control
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan represif guna menekan atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di lingkungan masyarakat
2) Demand reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya.
3) Harm reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan intervensi kepada korban/pengguna yang sudah ketergantungan agar tidak semakin parah/membahayakan
2. S a r a n
a. Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
b. Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
c. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
d. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.
Selasa, 10 Mei 2011
Pancasila Kewarganegaraan ( Tugas 6)
KASUS NEWMONT ( PENCEMARAN DI TELUK BUYAT )
Abstrak, Kasus Buyat merupakan salah-satu dari sekian banyak kejahatan korporasi atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata telah membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan di sekitarnya, sebagaimana yang dialami oleh penduduk di pesisir Teluk buyat. Atas nama iklim investasi, mereka dapat menekan suatu negara untuk membatalkan proses hukum yang dilakukannya. Kegagalan pemerintah Indonesia untuk meminta pertanggungjawaban PT. Newmont Minahasa Raya, menunjukan lemahnya posisi negara ketika berhadapan dengan korporasi asing. Belajar dari kasus Buyat ini dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
Pendahuluan
Musim angin timur bagi nelayan yang tinggal di pesisir Teluk Buyat adalah merupakan masa datangnya karunia ganda yang diberikan alam bagi mereka karena selang bulan Januari hingga Maret merupakan masa panen ikan ketika melaut. Sementara itu di sepanjang pesisir pantai sebagian warga secara berkelompok mendulang partikel-partikel emas yang terbawa bersama pasir yang berasal dari dasar laut lepas ke darat oleh ombak. Saat sore sampai malam hari para pendulang emas mengumpulkan pasir ke tepi pantai dan paginya baru mereka lakukan pendulangan emas. Dan dari aktivitas ini kami dapat mendulang rata-rata 2 gram emas per-orang cerita Adam Sarundayang penduduk desa Ratatotok Timur, tentang kenangan mereka pada jaman kolonial Belanda atau sekitar era 1930-an (Manado Post edisi 12 Juni 2000).
Ironisnya ketika wilayah tersebut ditetapkan sebagai wilayah konsesi kontrak karya oleh pemerintah pada tahun 1986 dengan pemegang hak kontrak PT. Newmont Minahasa Raya, mereka disingkirkan dan selain itu juga akses penduduk Ratatotok untuk mendapatkan karunia alam itu kini telah hilang. Apalagi perairan disekitarnya adalah lokasi pembuangan tailing PT. NMR di kedalaman 82 meter di Teluk Buyat.
Semenjak itu lah sejumlah penduduk di perkampungan yang terletak disekitar wilayah konsesi PT. NMR mulai mengalami masalah pada kesehatan mereka. Hal ini disebabkan karena terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah tersebut. Kasus pencemaran di Teluk Buyat ini telah menjadi perhatian masyarakat luas. Bahkan dalam agenda Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) telah ditetapkan menjadi bagian dalam program kerja 100 hari.
Pembahasan
PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan tambang emas penanaman modal asing (PMA) yang merupakan anak perusahaan Newmont Gold Company, Denver, (USA). Kontrak Karya (KK) PT NMR disetujui tanggal 6 November 1986 oleh Presiden RI kala itu, Jenderal Soeharto, bersamaan dengan 33 naskah kontrak karya lainnya yang disetujui. Wilayah konsensi dalam Konrak Karya meliputi 527.448 hektar di desa Ratotok, kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sebanyak 80 % saham dimiliki Newmont Indonesia Ltd. yang berkantor di Australia dan sebesar 20 saham oleh PT. Tanjung Sarapung milik pengusaha Jusuf Merukh. Proyek ini terdiri atas deposit utama di Mesel dan dua lainnya di Leons dan Nibong. Newmont Minahasa Raya merupakan operasi ke tiga dari Newmont Internasional.
Menurut Kontrak Karya, untuk setiap wilayah pertambangan akan berlangsung selama 30 tahun setelah saat dimulainya penambangan yang pertama, atau periode yang lebih lama yang dapat disetujui oleh Departemen Pertambangan dan Energi atas permohonan tertulis dari perusahaan. Umur tambang PT. NMR diperkirakan akan mencapai 12 tahun. Selama operasinya, PT. MNR adalah satu-satunya perusahaan yang terbanyak mempekerjaan karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung di daerah Minahasa. PT. MNR dan kontraktornya telah memberikan kesempatan kerja bagi 700 orang Indonesia. Dari jumlah tersebut 85% berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Karyawan lain yang tidak dipekerjakan secara langsung oleh PT. NMR jumlahnya tidak sedikit, mereka bekerja di perusahaan pemasok peralatan, bahan konstruksi, produksi makanan dan bidang lain yang diperlukan agar tambang dapat beroperasi. Bila memungkinkan, PT. NMR membeli barang dari pemasok lokal. Sejak 1994, PT. NMR telah membelanjakan lebih dari US$100 juta untuk barang dan jasa dari pengusaha lokal di Sulawesi Utara.
Tahun 1996 PT. NMR mulai berproduksi. Sejak saat itu lah PT. NMR mulai membuang limbahnya melalui pipa ke perairan laut Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow. Wilayah tambang PT. NMR sendiri adalah Desa Ratatotok, perbatasan antara Kabupaten Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow. Setiap hari, sebanyak 2.000 ton tailing disalurkan PT. NMR ke dasar perairan Teluk Buyat. Dari lokasi tambang tailing dialirkan melalui pipa baja sepanjang 10 km menuju perairan Teluk Buyat di kedalaman 82 meter. Mulut pipa pembuangan tersebut berjarak 900 meter dari bibir pantai Buyat.
Bersamaan dengan pembuangan limbah tailing di perairan Teluk Buyat, nelayan yang bermukim di sekitar Teluk Buyat mulai mendapatkan puluhan ikan mati di wilayah perairan tempat mereka mencari nafkah. Dengan mengambil contoh ikan yang terdampar, nelayan pantai Buyat melakukan protes minta pertanggungjawaban perusahan, namun dengan sangat arogan perusahan emas skala besar pertama di Sulawesi Utara ini membantah bahwa kematian ikan tersebut adalah karena pemboman ikan yang dilakukan nelayan itu sendiri. Mereka (PT. MNR) memanfaatkan polisi perairan setempat memberi laporan kepada publik bahwa ikan mati karena pemboman (destructive fishing). Tapi tindakan dari perusahan ini tidak memberi keyakinan bagi nelayan karena realita berbicara lain yaitu bersamaan dengan temuan ikan mati, jumlah hasil tangkapan mereka telah menurun drastis. Untuk mencari jawaban penyebab ikan mati, nelayan pantai Buyat membawanya ke laboratorium Universitas Sam Ratulangi Manado, tapi upaya tersebut kandas. Laboratorium milik perguruan tinggi terbaik di Sulawesi Utara tersebut ternyata tidak sanggup meneliti dengan alasan ikan (sampel) yang dibawa tidak layak lagi diteliti.
Sejumlah perkampungan yang terletak di sekitar wilayah konsesi PT. NMR, ada 6 (enam) desa yang memiliki interaksi langsung dengan aktivitas perusahan juga turut mengalami dampak pencemaran pembuangan limbah tailing dan juga akibat dari aktivitas pertambangan. Desa-desa tersebut adalah desa Basaan, desa Buyat dan 4 (empat) desa yang belum lama ini (1997) merupakan hasil pemekaran wilayah Ratatotok yaitu desa Ratatotok I, desa Ratatotok II, desa Ratatotok Selatan dan desa Ratatotok Timur. Ke-enam desa tersebut dalam pembagian administrasi pemeritahan termasuk dalam wilayah kecamatan Belang Kabupaten Minahasa (desa Basaan dan 4 desa Ratatotok). Sedangkan desa Buyat termasuk wilayah kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Penempatan Fasilitas PT. NMR di sebelah utara kampung dibangun dermaga dan untuk menghubungkannya dengan lokasi pabrik perusahan membangun jalan menggunakan bahan baku berupa serpihan batuan sisa penambangan, akibatnya pada musim panas rakyat Pantai Buyat akan menghirup debu yang adalah serpihan batu halus sepanjang waktu. Sebaliknya di musim hujan akibat konstruksi badan jalan letaknya lebih tinggi dari batas tertinggi pasang air laut, ketika terjadi hujan maka air akan menuju perkampungan dan menggenangi lokasi pemukiman sepanjang musim. Selanjutnya secara bersamaan rakyat Pantai Buyat dihadapkan dengan sejumlah persoalan mulai dari kehilangan sumber air bersih, sebab sungai Buyat yang merupakan satu-satunya tempat untuk memenuhi kebutuhan air bersih berubah menjadi keruh seiring aktivitas perusahan di hulu sungai. Mereka harus kehilangan wilayah tangkapan ikan karena ternyata sedimentasi limbah tailing telah menutupi hampir seluruh permukaan dasar perairan mulai dari wilayah lamun (sea grass) hingga ke kawasan terumbu karang (coral reef). Walaupun perusahan mencoba mengatasinya dengan menempatkan ratusan karang buatan (artificial coral reef) ternyata tidak memberi pengaruh yang berarti, dan paling tragis adalah muncul banyak penyakit misterius yang dialami oleh hampir seluruh warga, seperti : muncul gatal-gatal, sakit kepala yang berulang-ulang, perut sering mual, muntah, pembengkakan di beberapa bagian tubuh dan beberapa ibu sering mendadak pingsan.
Kasus pencemaran ini sebenarnya sudah merebak sejak tahun 1999, namun belum mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pada tahun 2000 Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai menteri Pertambangan dan Energi (MENTAMBEN) dan Sonny Keraf menjadi menteri Lingkungan Hidup (LH), sempat memberikan penyataan yang menyejukkan hati masyarakat setempat, bahwa ia tidak akan kompromi dengan pelaku pencemar lingkungan, sementara Sonny Keraf dengan tegas menyatakan bahwa Pipa Pembuangan Tailing PT. NMR tidak berizin, “Amdal memang ada tetapi tidak termasuk saluran pembuangannya” demikian kata Keraf saat itu (Manado Post 28 April 2000). Namun kedua pernyataan pejabat tersebut hanya sebatas kata-kata belaka, sebab tanpa diimbangi dengan tindak lanjut yang nyata untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menanggapi berbagai keluhan maayarakat dan kontroversi menyangkut pencemaran di Telek Buyat tersebut, pemerintah daerah kemudian melakukan penelitian yang ditunjuk berdasarkan Surat Penunjukkan (SP) Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 3 Tahun 1999. Penelitian pertama dilakukan oleh Tim Independen yang terdiri atas beberapa peneliti Universitas Sam Ratulangi dan Pemda Sulawesi Utara. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan adanya pencemaran sejumlah logam berat di sekitar pipa pembuangan tailing. Kesimpulan tersebut dibantah oleh pihak PT. NMR yang membiayai penelitian tersebut. PT. NMR menyangkal tailing sebagai sumber pencemaran dan menuding tambang rakyat di Sungai Totok sebagai sumber pencemaran.
Hasil penelitian ini, menjadi kontroversi antara pemerintah Propinsi Sulawesi Utara dengan pihak PT. NMR. Padahal tim peneliti telah memberikan solusi kepada pihak PT. NMR untuk memperpanjang pipa pembuangan tailing ke arah laut lepas yang memiliki kedalaman di atas 100 meter jika ingin terus mempertahankan sistem pembuangan tersebut. Untuk mengatasi kontroversi tersebut akhirnya diputuskan dibentuk tim penelitian baru yaitu Tim Terpadu, yang terdiri atas pihak PT. NMR, Pemda Sulut, DPRD Sulut, dan beberapa peneliti Universitas Sam Ratulangi. Penelitian yang hasilnya dituliskan oleh pihak PT. NMR tersebut menyimpulkan bahwa kandungan sejumlah logam berat di air dan sedimen Perairan Teluk Buyat masih dalam ambang batas aman.
Dengan adanya dua kesimpulan berbeda tersebut, terjadilah polemik di tengah publik dan pemerintahan daerah. Untuk memperkuat argumenya kemudian PT. MNR, mengundang peneliti asing yaitu CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization) lembaga penelitian dari Australia. Dalam hasil studinya menunjukkan perairan Teluk Buyat tidak tercemar logam berat dan konsentrasi logam pada jaringan tubuh ikan berada pada kisaran normal. Hasil penelitian CSIRO ini menegaskan hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) / National Institute for Minamata Disease (yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2004) dan laporan penelitian Tim Terpadu Pemerintah Indonesia (yang dikeluarkan pada 19 Oktober) menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat.
Dan akhirnya untuk menengahi kontroversi tentang adanya pencemaran di perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, pemerintah pusat lalu mengirimkan tim penelitinya untuk melakukan penelitian terpadu di Teluk Buyat dan sekitarnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Tim Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup di Desa Buyat Pante dan Desa Ratatotok Timur Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 97 Tahun 2004, Jo Keputusan MENLH No. 191 tahun 2004. Tim ini dikenal dengan nama Tim Terpadu. Aspek lingkungan yang diteliti oleh Tim Terpadu meliputi antara lain; kualitas air laut, sungai, air tanah, air minum; kandungan logam berat di dalam ikan, biota laut lainnya, dan bahan makanan utama lainnya; biodiversitas ikan, benthos, plankton; pola arus; lapisan termoklin; dan teknologi pengolahan yang digunakan oleh PT. NMR.
Pemerintah pusat menyimpulkan, perusahaan tambang emas PT. NMR telah mencemari lingkungan di Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Laporan audit internal Newmont yang dibeberkan dalam harian New York Times (22/12), juga ditemukan oleh Tim Terpadu Penanganan kasus Buyat. Pembuangan sebanyak 33 ton merkuri langsung, sudah dicurigai oleh tim terpadu dalam laporannya tertanggal November 2004. Kecurigaan tim terpadu terbukti pada laporan audit internal Newmont yang dipaparkan dalam artikel New York Times berjudul "Mining Giant told It Put Toxic Vapors Into Indonesia's Air". Dalam laporan tersebut ditunjukkan pada 1998 mercury scrubber tidak berfungsi dengan baik, dan baru diperbaiki pertengahan tahun 2001, sehingga merkuri menguap ke udara dan tidak ditangkap sebagai kalomel. Dalam laporan audit internal yang dibeberkan oleh harian New York Times itu juga disebutkan 33 ton merkuri yang seharusnya dikumpulkan dan dikirim ke PPLI selama 4 tahun ternyata, 17 ton di antaranya terlepas di udara dan 16 ton dilepaskan ke Teluk Buyat.
Dalam Bab IX Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah diatur sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran. Kejahatan korporasi dalam sistim hukum Indonesia, tidak hanya dikenal dalam UU No. 23/1997. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Anti Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) juga mengatur pertanggungjawaban atas kejahatan korporasi. Sally S. Simpson menyatakan "corporate crime is a type of white-collar crime". Sedangkan John Braithwaite, mendefinisikan kejahatan korporasi sebagai "conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law".
Dalam bukunya Explaining Crime, Joseph F. Sheley mendefinisikan dan membagi corporate crime (kejahatan korporasi) dalam enam kategori yaitu, defrauding the stock holders (perusahaan tidak melaporkan besar keuntungan yang sebenarnya kepada pemegang saham), defrauding the public (mengelabui publik tentang produkproduknya terutama yang berkaitan dengan mutu dan bahan), defrauding the government (membuat laporan pajak yang tidak benar), endangering employees (perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan kerja para karyawannya), illegal intervention in the polical process (berkolusi dengan partai politik dengan memberikan sumbangan kampanye) dan endangering the public welfare (proses produk yang menimbulkan polusi, debu, limbah B3, suara dan lain sebagainya).
Merujuk pada kategori yang disebutkan Sheley di atas, dalam kasus Buyat ini kejahatan korporasi terbukti membawa dampak kerugian terhadap kehidupan baik dari segi pencemaran lingkungan maupun musnahnya satwa yang dlindungi. Fakta lapangan mengungkapkan bahwa pembuangan limbah produksi secara sengaja tanpa pertimbangan AMDAL dapat menyebabkan kematian, baik manusia maupun makhluk hayati lainnya. Meski pihak PT. NMR bersikukuh bahwa kandungan arsen, merkuri, serta sianida dalam sedimen dan biota laut di Teluk Buyat masih di bawah baku mutu ketentuan mana pun. Namun hasil kajian hukum tim teknis menunjukkan cukup bukti adanya beberapa pelanggaran perizinan oleh PT. NMR yang memicu pencemaran di Teluk Buyat.
Atas dasar itu pemerintah Indonesia kemudian mengajukan gugatan hukum secara perdata maupun pidana terhadap PT. NMR dan presiden direkturnya, Richard Bruce Ness. Mereka dituntut untuk memenuhi kewajiban clean up selama 30 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Nomor 23 Tahun 1997, juga dituntut membayar ganti rugi materiil US$ 117 juta (sekitar Rp 1,058 triliun) dan ganti rugi imateriil Rp 150 miliar, selain tindak penegakan hukum.
Namun gugatan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia tersebut menemui kegagalan. Dalam sidang putusan kasus pidana lingkungan tersebut, PT. NMR sebagai terdakwa I dan Richard Ness sebagai terdakwa II dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hal menarik yang patut di ungkapkan di sini adalah adanya bentuk campur tangan asing terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Duta Besar Amerika Serikat, Ralph L. Boyce mendatangi Mabes Polri dan menemui Presiden Megawati untuk mempengaruhi proses penanganan kasus Buyat. Boyce juga menyatakan bahwa penahanan eksekutif PT. NMR akan memperburuk iklim investasi. Dalam kondisi demikian maka terjadi imperialisme, yang didefinisikan Cohen sebagai suatu hubungan dominasi atau kontrol yang efektif, politik atau ekonomi, langsung atau tak langsung dari suatu negara atas negara lain. Sebagaimana akhir dari perjalanan kontroversi kasus Buyat ini yang mencapai klimasksnya setelah terjadinya negosiasi antara pemerintah dan PT. NMR yang ditandai dengan pemberian ganti rugi sebesar US$ 30 juta.
Kasus Buyat mendapatkan rating tertinggi dalam kasus pencemaran lingkungan hidup di dunia pada tahun 2004. Kasus ini nyaris mampu menyamai rekor kasus “Minamata Deases” di Teluk Minamata Jepang di masa itu, sehingga tercipta suatu kerjasama internasional untuk mengadakan suatu “International Conference” tentang “System Tailing Displacement (STD)” di Kota Manado, Sulut. Tak kurang dari 10 negara yang menjadi korban perusahaan-perusahaan tambang emas skala besar dan kecil seperti Papua Nugini, Pilipina hadir di acara tersebut dan sempat menerbitkan “deklarasi Manado”. Hanya saja, kegiatan ini tidak mendapatkan respon yang positif baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Kesimpulan
Kasus Newmont ini merupakan salah-satu dari sekian banyak bentuk kejahatan korporasi atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Sudah banyak bukti yang menunjukan bahwa Multi National Corpration (MNC) hanya memikirkan keuntungan semata, tanpa memperdulikan lingkungan dan penduduk disekitarnya. Masih banyak kasus-kasus kejahatan korporasi lainnya yang belum tertangani dengan baik oleh pemerintah seperti: kasus Monsanto, Freeport, Lapindo dan lain-lain. Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata bukan hanya menghasilkan devisa bagi negara, tetapi juga sebaliknya telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan membawa masalah kesehatan bagi penduduk di sekitarnya. Karena itu pemerintah perlu segera merumuskan ketentuan perundangan yang terkait dengan kejahatan korporasi baik yang akan membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan, agar terdapat kepastian hukum jika terjadi kasus serupa. Dengan demikian maka pemerintah Indonesia dapat lebih berhati-hati lagi dalam memberikan konsesi pada perusahaan asing yang hendak mengeksploitasi kekayaan alam di Indonesia. Kasus Newmont ini dapat dijadikan pelajaran berharga, yang dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
Berkaca dari kasus Newmont ini juga menunjukan masih lemahnya posisi negara ketika berhadapan dengan korporasi asing yang mendapatkan sokongan politik dari pemerintahan di negara asalnya ketika menghadapi sengketa di negara tempat eksplorasinya. Dalam kasus ini intervensi kekuasaan asing sangat tampak dengan adanya lobi-lobi yang dilakukan Dubes AS untuk menggagalkan proses hukum yang dilakukan terhadap PT. NMR dan Presiden Direkturnya, yang akhirnya dimenangkan pengadilan. Lemahnya posisi negara ini tercermin dari keengganan pemerintah Indonesia untuk meneruskan gugatan hukum terrhadap PT. NMR karena pemerintah Indonesia pesimistis dapat memenangkan gugatan banding setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Newmont. Sebab jika banding kalah, pemerintah wajib merehabilitasi nama Newmont di mata dunia yang memerlukan biaya yang mahal. Pada akhirnya investasi dalam skala besar memang akan lebih diperhatikan di negara ini, dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya.
Daftar Pustaka
“Cukup Bukti PT NMR Langgar Perizinan”, http://www.buyatdisease.com/berita/14.php
Eddie Rinaldy, “Resensi Buku: Kejahatan Korporasi Yang Mengerikan” BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2005.
“Intervensi Dubes AS Dalam Kasus Buyat Telah Melecehkan Hukum dan Kedaulatan Indonesia”, Kamis, 29 September 2004, http://www.jatam.org/content/view/1164/40/
“Newmont Minahasa Raya”, http://www.newmontindonesia.com. Diakses pada tanggal 06 Juni 2005, pukul 16:40.
“Newmont Minahasa Harus Reklamasi Lokasi Bekas Penambangan”, http://www.tempointeraktif.com, Rabu, 01 September 2004.
“Pemerintah Akan Cabut Gugatan ke Newmont”, Tempo, Kamis, 16 Februari 2006 | 12:22 WIB, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/02/16/brk,20060216-74031,id.html
“Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Perkara Lingkungan”,
http://www.hukumonline.com. Rabu, 8 Juni 2005.
“PT. Newmont Minahasa Raya”, Jatam, http://www.jatam.co.id. Diakses pada tanggal 07 April 2005.
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
R.R. Ariyani, “Laporan New York Times Soal Newmont Sama dengan Temuan Tim Terpadu”, http://www.tempointeraktif.com, Sabtu, 25 Desember 2004, 15:00 WIB.
Veronica A. Kumurur, “Perairan Teluk Buyat Minahasa Sulawesi Utara Sudah Tercemar Logam Berat”, http://www.sulutlink.com. Diakses pada tanggal, 8 Juni 2005.
__________________, “Pencemaran Perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara Indonesia”, Sabtu, 19 Agustus 2006, http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/oleh-veronica-kumurur-kasus-buyat.html
Abstrak, Kasus Buyat merupakan salah-satu dari sekian banyak kejahatan korporasi atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata telah membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan di sekitarnya, sebagaimana yang dialami oleh penduduk di pesisir Teluk buyat. Atas nama iklim investasi, mereka dapat menekan suatu negara untuk membatalkan proses hukum yang dilakukannya. Kegagalan pemerintah Indonesia untuk meminta pertanggungjawaban PT. Newmont Minahasa Raya, menunjukan lemahnya posisi negara ketika berhadapan dengan korporasi asing. Belajar dari kasus Buyat ini dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
Pendahuluan
Musim angin timur bagi nelayan yang tinggal di pesisir Teluk Buyat adalah merupakan masa datangnya karunia ganda yang diberikan alam bagi mereka karena selang bulan Januari hingga Maret merupakan masa panen ikan ketika melaut. Sementara itu di sepanjang pesisir pantai sebagian warga secara berkelompok mendulang partikel-partikel emas yang terbawa bersama pasir yang berasal dari dasar laut lepas ke darat oleh ombak. Saat sore sampai malam hari para pendulang emas mengumpulkan pasir ke tepi pantai dan paginya baru mereka lakukan pendulangan emas. Dan dari aktivitas ini kami dapat mendulang rata-rata 2 gram emas per-orang cerita Adam Sarundayang penduduk desa Ratatotok Timur, tentang kenangan mereka pada jaman kolonial Belanda atau sekitar era 1930-an (Manado Post edisi 12 Juni 2000).
Ironisnya ketika wilayah tersebut ditetapkan sebagai wilayah konsesi kontrak karya oleh pemerintah pada tahun 1986 dengan pemegang hak kontrak PT. Newmont Minahasa Raya, mereka disingkirkan dan selain itu juga akses penduduk Ratatotok untuk mendapatkan karunia alam itu kini telah hilang. Apalagi perairan disekitarnya adalah lokasi pembuangan tailing PT. NMR di kedalaman 82 meter di Teluk Buyat.
Semenjak itu lah sejumlah penduduk di perkampungan yang terletak disekitar wilayah konsesi PT. NMR mulai mengalami masalah pada kesehatan mereka. Hal ini disebabkan karena terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah tersebut. Kasus pencemaran di Teluk Buyat ini telah menjadi perhatian masyarakat luas. Bahkan dalam agenda Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) telah ditetapkan menjadi bagian dalam program kerja 100 hari.
Pembahasan
PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan tambang emas penanaman modal asing (PMA) yang merupakan anak perusahaan Newmont Gold Company, Denver, (USA). Kontrak Karya (KK) PT NMR disetujui tanggal 6 November 1986 oleh Presiden RI kala itu, Jenderal Soeharto, bersamaan dengan 33 naskah kontrak karya lainnya yang disetujui. Wilayah konsensi dalam Konrak Karya meliputi 527.448 hektar di desa Ratotok, kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sebanyak 80 % saham dimiliki Newmont Indonesia Ltd. yang berkantor di Australia dan sebesar 20 saham oleh PT. Tanjung Sarapung milik pengusaha Jusuf Merukh. Proyek ini terdiri atas deposit utama di Mesel dan dua lainnya di Leons dan Nibong. Newmont Minahasa Raya merupakan operasi ke tiga dari Newmont Internasional.
Menurut Kontrak Karya, untuk setiap wilayah pertambangan akan berlangsung selama 30 tahun setelah saat dimulainya penambangan yang pertama, atau periode yang lebih lama yang dapat disetujui oleh Departemen Pertambangan dan Energi atas permohonan tertulis dari perusahaan. Umur tambang PT. NMR diperkirakan akan mencapai 12 tahun. Selama operasinya, PT. MNR adalah satu-satunya perusahaan yang terbanyak mempekerjaan karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung di daerah Minahasa. PT. MNR dan kontraktornya telah memberikan kesempatan kerja bagi 700 orang Indonesia. Dari jumlah tersebut 85% berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Karyawan lain yang tidak dipekerjakan secara langsung oleh PT. NMR jumlahnya tidak sedikit, mereka bekerja di perusahaan pemasok peralatan, bahan konstruksi, produksi makanan dan bidang lain yang diperlukan agar tambang dapat beroperasi. Bila memungkinkan, PT. NMR membeli barang dari pemasok lokal. Sejak 1994, PT. NMR telah membelanjakan lebih dari US$100 juta untuk barang dan jasa dari pengusaha lokal di Sulawesi Utara.
Tahun 1996 PT. NMR mulai berproduksi. Sejak saat itu lah PT. NMR mulai membuang limbahnya melalui pipa ke perairan laut Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow. Wilayah tambang PT. NMR sendiri adalah Desa Ratatotok, perbatasan antara Kabupaten Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow. Setiap hari, sebanyak 2.000 ton tailing disalurkan PT. NMR ke dasar perairan Teluk Buyat. Dari lokasi tambang tailing dialirkan melalui pipa baja sepanjang 10 km menuju perairan Teluk Buyat di kedalaman 82 meter. Mulut pipa pembuangan tersebut berjarak 900 meter dari bibir pantai Buyat.
Bersamaan dengan pembuangan limbah tailing di perairan Teluk Buyat, nelayan yang bermukim di sekitar Teluk Buyat mulai mendapatkan puluhan ikan mati di wilayah perairan tempat mereka mencari nafkah. Dengan mengambil contoh ikan yang terdampar, nelayan pantai Buyat melakukan protes minta pertanggungjawaban perusahan, namun dengan sangat arogan perusahan emas skala besar pertama di Sulawesi Utara ini membantah bahwa kematian ikan tersebut adalah karena pemboman ikan yang dilakukan nelayan itu sendiri. Mereka (PT. MNR) memanfaatkan polisi perairan setempat memberi laporan kepada publik bahwa ikan mati karena pemboman (destructive fishing). Tapi tindakan dari perusahan ini tidak memberi keyakinan bagi nelayan karena realita berbicara lain yaitu bersamaan dengan temuan ikan mati, jumlah hasil tangkapan mereka telah menurun drastis. Untuk mencari jawaban penyebab ikan mati, nelayan pantai Buyat membawanya ke laboratorium Universitas Sam Ratulangi Manado, tapi upaya tersebut kandas. Laboratorium milik perguruan tinggi terbaik di Sulawesi Utara tersebut ternyata tidak sanggup meneliti dengan alasan ikan (sampel) yang dibawa tidak layak lagi diteliti.
Sejumlah perkampungan yang terletak di sekitar wilayah konsesi PT. NMR, ada 6 (enam) desa yang memiliki interaksi langsung dengan aktivitas perusahan juga turut mengalami dampak pencemaran pembuangan limbah tailing dan juga akibat dari aktivitas pertambangan. Desa-desa tersebut adalah desa Basaan, desa Buyat dan 4 (empat) desa yang belum lama ini (1997) merupakan hasil pemekaran wilayah Ratatotok yaitu desa Ratatotok I, desa Ratatotok II, desa Ratatotok Selatan dan desa Ratatotok Timur. Ke-enam desa tersebut dalam pembagian administrasi pemeritahan termasuk dalam wilayah kecamatan Belang Kabupaten Minahasa (desa Basaan dan 4 desa Ratatotok). Sedangkan desa Buyat termasuk wilayah kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Penempatan Fasilitas PT. NMR di sebelah utara kampung dibangun dermaga dan untuk menghubungkannya dengan lokasi pabrik perusahan membangun jalan menggunakan bahan baku berupa serpihan batuan sisa penambangan, akibatnya pada musim panas rakyat Pantai Buyat akan menghirup debu yang adalah serpihan batu halus sepanjang waktu. Sebaliknya di musim hujan akibat konstruksi badan jalan letaknya lebih tinggi dari batas tertinggi pasang air laut, ketika terjadi hujan maka air akan menuju perkampungan dan menggenangi lokasi pemukiman sepanjang musim. Selanjutnya secara bersamaan rakyat Pantai Buyat dihadapkan dengan sejumlah persoalan mulai dari kehilangan sumber air bersih, sebab sungai Buyat yang merupakan satu-satunya tempat untuk memenuhi kebutuhan air bersih berubah menjadi keruh seiring aktivitas perusahan di hulu sungai. Mereka harus kehilangan wilayah tangkapan ikan karena ternyata sedimentasi limbah tailing telah menutupi hampir seluruh permukaan dasar perairan mulai dari wilayah lamun (sea grass) hingga ke kawasan terumbu karang (coral reef). Walaupun perusahan mencoba mengatasinya dengan menempatkan ratusan karang buatan (artificial coral reef) ternyata tidak memberi pengaruh yang berarti, dan paling tragis adalah muncul banyak penyakit misterius yang dialami oleh hampir seluruh warga, seperti : muncul gatal-gatal, sakit kepala yang berulang-ulang, perut sering mual, muntah, pembengkakan di beberapa bagian tubuh dan beberapa ibu sering mendadak pingsan.
Kasus pencemaran ini sebenarnya sudah merebak sejak tahun 1999, namun belum mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pada tahun 2000 Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai menteri Pertambangan dan Energi (MENTAMBEN) dan Sonny Keraf menjadi menteri Lingkungan Hidup (LH), sempat memberikan penyataan yang menyejukkan hati masyarakat setempat, bahwa ia tidak akan kompromi dengan pelaku pencemar lingkungan, sementara Sonny Keraf dengan tegas menyatakan bahwa Pipa Pembuangan Tailing PT. NMR tidak berizin, “Amdal memang ada tetapi tidak termasuk saluran pembuangannya” demikian kata Keraf saat itu (Manado Post 28 April 2000). Namun kedua pernyataan pejabat tersebut hanya sebatas kata-kata belaka, sebab tanpa diimbangi dengan tindak lanjut yang nyata untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menanggapi berbagai keluhan maayarakat dan kontroversi menyangkut pencemaran di Telek Buyat tersebut, pemerintah daerah kemudian melakukan penelitian yang ditunjuk berdasarkan Surat Penunjukkan (SP) Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 3 Tahun 1999. Penelitian pertama dilakukan oleh Tim Independen yang terdiri atas beberapa peneliti Universitas Sam Ratulangi dan Pemda Sulawesi Utara. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan adanya pencemaran sejumlah logam berat di sekitar pipa pembuangan tailing. Kesimpulan tersebut dibantah oleh pihak PT. NMR yang membiayai penelitian tersebut. PT. NMR menyangkal tailing sebagai sumber pencemaran dan menuding tambang rakyat di Sungai Totok sebagai sumber pencemaran.
Hasil penelitian ini, menjadi kontroversi antara pemerintah Propinsi Sulawesi Utara dengan pihak PT. NMR. Padahal tim peneliti telah memberikan solusi kepada pihak PT. NMR untuk memperpanjang pipa pembuangan tailing ke arah laut lepas yang memiliki kedalaman di atas 100 meter jika ingin terus mempertahankan sistem pembuangan tersebut. Untuk mengatasi kontroversi tersebut akhirnya diputuskan dibentuk tim penelitian baru yaitu Tim Terpadu, yang terdiri atas pihak PT. NMR, Pemda Sulut, DPRD Sulut, dan beberapa peneliti Universitas Sam Ratulangi. Penelitian yang hasilnya dituliskan oleh pihak PT. NMR tersebut menyimpulkan bahwa kandungan sejumlah logam berat di air dan sedimen Perairan Teluk Buyat masih dalam ambang batas aman.
Dengan adanya dua kesimpulan berbeda tersebut, terjadilah polemik di tengah publik dan pemerintahan daerah. Untuk memperkuat argumenya kemudian PT. MNR, mengundang peneliti asing yaitu CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization) lembaga penelitian dari Australia. Dalam hasil studinya menunjukkan perairan Teluk Buyat tidak tercemar logam berat dan konsentrasi logam pada jaringan tubuh ikan berada pada kisaran normal. Hasil penelitian CSIRO ini menegaskan hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) / National Institute for Minamata Disease (yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2004) dan laporan penelitian Tim Terpadu Pemerintah Indonesia (yang dikeluarkan pada 19 Oktober) menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat.
Dan akhirnya untuk menengahi kontroversi tentang adanya pencemaran di perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, pemerintah pusat lalu mengirimkan tim penelitinya untuk melakukan penelitian terpadu di Teluk Buyat dan sekitarnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Tim Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup di Desa Buyat Pante dan Desa Ratatotok Timur Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 97 Tahun 2004, Jo Keputusan MENLH No. 191 tahun 2004. Tim ini dikenal dengan nama Tim Terpadu. Aspek lingkungan yang diteliti oleh Tim Terpadu meliputi antara lain; kualitas air laut, sungai, air tanah, air minum; kandungan logam berat di dalam ikan, biota laut lainnya, dan bahan makanan utama lainnya; biodiversitas ikan, benthos, plankton; pola arus; lapisan termoklin; dan teknologi pengolahan yang digunakan oleh PT. NMR.
Pemerintah pusat menyimpulkan, perusahaan tambang emas PT. NMR telah mencemari lingkungan di Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Laporan audit internal Newmont yang dibeberkan dalam harian New York Times (22/12), juga ditemukan oleh Tim Terpadu Penanganan kasus Buyat. Pembuangan sebanyak 33 ton merkuri langsung, sudah dicurigai oleh tim terpadu dalam laporannya tertanggal November 2004. Kecurigaan tim terpadu terbukti pada laporan audit internal Newmont yang dipaparkan dalam artikel New York Times berjudul "Mining Giant told It Put Toxic Vapors Into Indonesia's Air". Dalam laporan tersebut ditunjukkan pada 1998 mercury scrubber tidak berfungsi dengan baik, dan baru diperbaiki pertengahan tahun 2001, sehingga merkuri menguap ke udara dan tidak ditangkap sebagai kalomel. Dalam laporan audit internal yang dibeberkan oleh harian New York Times itu juga disebutkan 33 ton merkuri yang seharusnya dikumpulkan dan dikirim ke PPLI selama 4 tahun ternyata, 17 ton di antaranya terlepas di udara dan 16 ton dilepaskan ke Teluk Buyat.
Dalam Bab IX Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah diatur sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran. Kejahatan korporasi dalam sistim hukum Indonesia, tidak hanya dikenal dalam UU No. 23/1997. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Anti Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) juga mengatur pertanggungjawaban atas kejahatan korporasi. Sally S. Simpson menyatakan "corporate crime is a type of white-collar crime". Sedangkan John Braithwaite, mendefinisikan kejahatan korporasi sebagai "conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law".
Dalam bukunya Explaining Crime, Joseph F. Sheley mendefinisikan dan membagi corporate crime (kejahatan korporasi) dalam enam kategori yaitu, defrauding the stock holders (perusahaan tidak melaporkan besar keuntungan yang sebenarnya kepada pemegang saham), defrauding the public (mengelabui publik tentang produkproduknya terutama yang berkaitan dengan mutu dan bahan), defrauding the government (membuat laporan pajak yang tidak benar), endangering employees (perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan kerja para karyawannya), illegal intervention in the polical process (berkolusi dengan partai politik dengan memberikan sumbangan kampanye) dan endangering the public welfare (proses produk yang menimbulkan polusi, debu, limbah B3, suara dan lain sebagainya).
Merujuk pada kategori yang disebutkan Sheley di atas, dalam kasus Buyat ini kejahatan korporasi terbukti membawa dampak kerugian terhadap kehidupan baik dari segi pencemaran lingkungan maupun musnahnya satwa yang dlindungi. Fakta lapangan mengungkapkan bahwa pembuangan limbah produksi secara sengaja tanpa pertimbangan AMDAL dapat menyebabkan kematian, baik manusia maupun makhluk hayati lainnya. Meski pihak PT. NMR bersikukuh bahwa kandungan arsen, merkuri, serta sianida dalam sedimen dan biota laut di Teluk Buyat masih di bawah baku mutu ketentuan mana pun. Namun hasil kajian hukum tim teknis menunjukkan cukup bukti adanya beberapa pelanggaran perizinan oleh PT. NMR yang memicu pencemaran di Teluk Buyat.
Atas dasar itu pemerintah Indonesia kemudian mengajukan gugatan hukum secara perdata maupun pidana terhadap PT. NMR dan presiden direkturnya, Richard Bruce Ness. Mereka dituntut untuk memenuhi kewajiban clean up selama 30 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Nomor 23 Tahun 1997, juga dituntut membayar ganti rugi materiil US$ 117 juta (sekitar Rp 1,058 triliun) dan ganti rugi imateriil Rp 150 miliar, selain tindak penegakan hukum.
Namun gugatan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia tersebut menemui kegagalan. Dalam sidang putusan kasus pidana lingkungan tersebut, PT. NMR sebagai terdakwa I dan Richard Ness sebagai terdakwa II dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hal menarik yang patut di ungkapkan di sini adalah adanya bentuk campur tangan asing terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Duta Besar Amerika Serikat, Ralph L. Boyce mendatangi Mabes Polri dan menemui Presiden Megawati untuk mempengaruhi proses penanganan kasus Buyat. Boyce juga menyatakan bahwa penahanan eksekutif PT. NMR akan memperburuk iklim investasi. Dalam kondisi demikian maka terjadi imperialisme, yang didefinisikan Cohen sebagai suatu hubungan dominasi atau kontrol yang efektif, politik atau ekonomi, langsung atau tak langsung dari suatu negara atas negara lain. Sebagaimana akhir dari perjalanan kontroversi kasus Buyat ini yang mencapai klimasksnya setelah terjadinya negosiasi antara pemerintah dan PT. NMR yang ditandai dengan pemberian ganti rugi sebesar US$ 30 juta.
Kasus Buyat mendapatkan rating tertinggi dalam kasus pencemaran lingkungan hidup di dunia pada tahun 2004. Kasus ini nyaris mampu menyamai rekor kasus “Minamata Deases” di Teluk Minamata Jepang di masa itu, sehingga tercipta suatu kerjasama internasional untuk mengadakan suatu “International Conference” tentang “System Tailing Displacement (STD)” di Kota Manado, Sulut. Tak kurang dari 10 negara yang menjadi korban perusahaan-perusahaan tambang emas skala besar dan kecil seperti Papua Nugini, Pilipina hadir di acara tersebut dan sempat menerbitkan “deklarasi Manado”. Hanya saja, kegiatan ini tidak mendapatkan respon yang positif baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Kesimpulan
Kasus Newmont ini merupakan salah-satu dari sekian banyak bentuk kejahatan korporasi atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Sudah banyak bukti yang menunjukan bahwa Multi National Corpration (MNC) hanya memikirkan keuntungan semata, tanpa memperdulikan lingkungan dan penduduk disekitarnya. Masih banyak kasus-kasus kejahatan korporasi lainnya yang belum tertangani dengan baik oleh pemerintah seperti: kasus Monsanto, Freeport, Lapindo dan lain-lain. Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata bukan hanya menghasilkan devisa bagi negara, tetapi juga sebaliknya telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan membawa masalah kesehatan bagi penduduk di sekitarnya. Karena itu pemerintah perlu segera merumuskan ketentuan perundangan yang terkait dengan kejahatan korporasi baik yang akan membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan, agar terdapat kepastian hukum jika terjadi kasus serupa. Dengan demikian maka pemerintah Indonesia dapat lebih berhati-hati lagi dalam memberikan konsesi pada perusahaan asing yang hendak mengeksploitasi kekayaan alam di Indonesia. Kasus Newmont ini dapat dijadikan pelajaran berharga, yang dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
Berkaca dari kasus Newmont ini juga menunjukan masih lemahnya posisi negara ketika berhadapan dengan korporasi asing yang mendapatkan sokongan politik dari pemerintahan di negara asalnya ketika menghadapi sengketa di negara tempat eksplorasinya. Dalam kasus ini intervensi kekuasaan asing sangat tampak dengan adanya lobi-lobi yang dilakukan Dubes AS untuk menggagalkan proses hukum yang dilakukan terhadap PT. NMR dan Presiden Direkturnya, yang akhirnya dimenangkan pengadilan. Lemahnya posisi negara ini tercermin dari keengganan pemerintah Indonesia untuk meneruskan gugatan hukum terrhadap PT. NMR karena pemerintah Indonesia pesimistis dapat memenangkan gugatan banding setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Newmont. Sebab jika banding kalah, pemerintah wajib merehabilitasi nama Newmont di mata dunia yang memerlukan biaya yang mahal. Pada akhirnya investasi dalam skala besar memang akan lebih diperhatikan di negara ini, dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya.
Daftar Pustaka
“Cukup Bukti PT NMR Langgar Perizinan”, http://www.buyatdisease.com/berita/14.php
Eddie Rinaldy, “Resensi Buku: Kejahatan Korporasi Yang Mengerikan” BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2005.
“Intervensi Dubes AS Dalam Kasus Buyat Telah Melecehkan Hukum dan Kedaulatan Indonesia”, Kamis, 29 September 2004, http://www.jatam.org/content/view/1164/40/
“Newmont Minahasa Raya”, http://www.newmontindonesia.com. Diakses pada tanggal 06 Juni 2005, pukul 16:40.
“Newmont Minahasa Harus Reklamasi Lokasi Bekas Penambangan”, http://www.tempointeraktif.com, Rabu, 01 September 2004.
“Pemerintah Akan Cabut Gugatan ke Newmont”, Tempo, Kamis, 16 Februari 2006 | 12:22 WIB, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/02/16/brk,20060216-74031,id.html
“Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Perkara Lingkungan”,
http://www.hukumonline.com. Rabu, 8 Juni 2005.
“PT. Newmont Minahasa Raya”, Jatam, http://www.jatam.co.id. Diakses pada tanggal 07 April 2005.
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
R.R. Ariyani, “Laporan New York Times Soal Newmont Sama dengan Temuan Tim Terpadu”, http://www.tempointeraktif.com, Sabtu, 25 Desember 2004, 15:00 WIB.
Veronica A. Kumurur, “Perairan Teluk Buyat Minahasa Sulawesi Utara Sudah Tercemar Logam Berat”, http://www.sulutlink.com. Diakses pada tanggal, 8 Juni 2005.
__________________, “Pencemaran Perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara Indonesia”, Sabtu, 19 Agustus 2006, http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/oleh-veronica-kumurur-kasus-buyat.html
Langganan:
Postingan (Atom)