Rabu, 11 Mei 2011

Pancasila Kewarganegaraan ( Tugas 8)

ILLEGAL LOGGING

PENDAHULUAN

Illegal Logging bak masalah yang terlupakan belakangan ini. Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, pertikaian antara perwira Polri, seakan menenggelamkan isu besar yang satu ini. Negeri besar dengan kekayaan hutan jutaan hektar habis dibabat secara illegal. Ironisnya, masalah ini tak luput dari keterlibatan para aparat negara.Tak bisa dipungkiri, lemahnya moral para aparat menjadi salah satu hambatan penanganan kasus illegal logging. Kabareskim Polri Komjen Ito Sumardi mengakui, kentalnya praktik KKN dalam penanganan kasus ini sering terjadi di lapangan.Modus operandi yang kerap digunakan di antaranya melakukan penebangan di radius yang dilarang, menyogok aparat, membiayai beking, dan pengawal aparat, kolusi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), hingga pemalsuan dokumen SKSHH, dan penyelundupan dengan memanfaatkan sistem pasar perdagangan bebas antarnegara.
Pelakunya bisa dari cukong atau pemilik modal, masyarakat setempat, pemilik pabrik pemotongan, hingga aparat sendiri," kata Ito dalam seminar bertajuk "Solusi Penanganan Pembalakan Liar (Illegal Logging)" di DPR beberapa waktu lalu. Ia berjanji, akan menindak tegas oknum kepolisian yang terlibat dalam kasus tersebut.
Sekadar pengetahuan, illegal logging sesuai UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).






PEMBAHASAN

Pengertian Hutan dan Fungsinya:
Hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting fungsinya untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam Ketentuan Pokok Kehutanan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967, pengertian Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhnya pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan
Sebagai kekayaan alam milik bangsa dan negara, maka hak-hak bangsa dan negara atas hutan dan hasilnya perlu dijaga dan dipertahankan supaya hutan tersebut dapat memenuhi fungsinya bagi kepentingan bangsa dan negara itru sendiri. Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 bahwa bumi air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pembangunan hutan merupakan salah satu sasaran pembangunan nasional yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Pembangunan hutan sebagaimana yang diharapkan dapat terwujud, ternyata hal itu sekarang hanyalah sesuatu yang akan sulit terjadi, hal ini adalah karena maraknya praktek illegal logging yang terjadi di Indonesia. Illegal logging sekarang ini menjadi permasalahan yang sangat serius di Indonesia karena dapat menimbulkan masalah multi dimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Hal tersebut merupakan konsekwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang didalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi),fungsi.lingkungan.(ekologi).serta.fungsi.sosial.

Fungsi sosial budaya dari hutan dapat dilihat dengan adanya keterkaitan antara hutan dengan masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan, baik dalam hubungannya sebagai sumber mata pencaharian, hubungan religius, hubungan adat dan sebagainya. Dilihat dari aspek sosial, illegal logging menimbulkan berbagai konflik seperti konflik hak atas hutan , konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat terhadap hutan. Aspek budaya seperti ketergantungan masyarakat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap memiliki nilai magic juga ikut terpengaruh oleh praktik-praktik illegal logging yang pada akhirnya mengubah perspektif dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan. Dampak kerusakan ekologi atau lingkungan akibat illegal logging tersebut menurut bebarapa pakar pemerhati lingkungan yang meneliti berbagai bencana alam yang terjadi, mensinyalir sebagai akibat dari illegal logging yang juga menimbulkan kerusakan flora dan,fauna.
Dampak kerusakan hutan di Indonesia menurut data dari Departemen Kehutanan tahun 2003 menyebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahun, bahkan sejumlah laporan menyebutkan antara 1,6 sampai 2,4 hutan Indonesia hilang setiap tahunnya atau sama dengan luas enam kali lapangan bola hilang setiap menitnya (ICEL-Indonesian for Center Environmental Law, 19-10-2003:2). Data terbaru dari Departemen Kehutanan ( Andriana, 2004:1, dikutip dari buku IGM. Nurdjana 2005:5) menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 3,8 juta hektar pertahun dan negara telah kehilangan Rp 83 miliar per hari akibat illegal logging.

Seiring terjadinya krisis di negara Indonesia dan juga dimulainya reformasi disegala bidang kehidupan juga berdampak kedalam kehidupan ekonomi masyarakat disekitar hutan. Upaya memanfaatkan situasi berupa tindakan pelanggaran hukum dibidang kehutanan khususnya pencurian kayu jati oleh sebagian masyarakat desa sekitar hutan yang tidak bertanggungjawab dengan dalih krisis pangan mulai terjadi. Pencurian kayu jati dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan yang mengakibatkan nilai kerugian.yang.diderita.oleh.pemerintah.semakin.bertambah.
Menyadarai pentingnya peranan hutan dalam masyarakat serta untuk menciptakan ketertiban dan kemanan masyarakat, pemerintah harus tidak berpangku tangan melainkan bertindak dan mengambil langkah baik preventif maupun represif untuk menanggulangi praktek illegal logging yang telah lama terjadi. Disahkannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan harus mampu dijadikan senjata bagi aparat penegak hukum untuk.menindak.para pelaku illegal logging.

Pengertian Ilegal Logging
Ilegal logging (Pembalakan Liar)
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber terpercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan. Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar,dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS.
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan ekspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar. Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.
Pemerintah sepertinya tidak memperhatikan atau bahkan mengabaikan (?) tindakan pencegahan. Berapa anggaran yang disediakan pemerintah untuk mengawasi hutan-hutan kita di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, atau pulau-pulau lainnya? Armada apa yang dipergunakan? Helikopter? Satuan khusus tentara atau polisi, atau polisi kehutanan? Kok tak ada terdengar dan terlihat geliatnya. Seandainya saja pemerintah mau konsentrasi untuk mencegah penebangan liar. Terlalu susahkah melakukan itu? Terlalu sulitkah melacak dan mengendus orang-orang yang sedianya akan melakukan penebangan hutan, tepat sebelum mereka menebang? Nilai kayu-kayu yang diambil dari hutan-hutan kita setiap tahunnya mencapai puluhan trilyun rupiah. Hutan kita yang rusak setiap tahunnya mencapai jutaan hektar. Indonesia adalah negara di urutan satu dengan laju perusakan hutan tercepat.
Sungguh memalukan!!!!!
Illegal logging (penebangan liar), semua rakyat Indonesia telah sangat mengenal istilah ini. Setiap hari diperbincangkan, bahkan selalu menjadi topik yang sangat hangat ditengah berbagai permasalahan mendasar bangsa ini. Ada yang menyatakan bahwa illegal logging adalah sebuah kejahatan yang tak terkirakan. WALHI menyatakan bahwa setiap menitnya hutan Indonesia seluas 7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang merusak).
Dunia internasional menyorot Indonesia yang hingga saat ini belum mampu menyelesaikan permasalahan illegal logging. Berbagai proyek kerjasama internasional pun digulirkan ke Indonesia, mulai dari mendorong kebijakan, penelitian hingga kampanye anti illegal logging. Bahkan Departemen Kehutanan pun telah meletakkan permasalahan illegal logging di dalam rencana kehutanan nasional sebagai sebuah isu penting.yang.harus.segera.dituntaskan

Dalam beberapa bulan terakhir, sorotan media terhadap aktivitas illegal logging pun semakin gencar. Berbagai wawancara langsung dengan pelaku penebang pun telah terpublikasikan. Namun seolah-olah, aktivitas illegal logging masih belum tersentuh hukum. Saling lempar kewenangan dan tanggung jawab terjadi. Antara instansi teknis kehutanan, kepolisian dan kejaksaan, antara pusat dan daerah, selalu terjadi pelimpahan tanggung jawab untuk menangani illegal logging. Apakah tak ada yang mampu dilakukan untuk.menyelesaikan.permasalahan.illegal.logging.ini?

AKAR.MASALAH.YANG.TAK.PERNAH.TERSENTUH

Dari beberapa pengamatan, terdapat beberapa areal yang selama ini menjadi akar permasalahan yang hingga saat ini belum tersentuh didalam penanganan permasalahan penebangan.liar.

1..Semrawutnya.sewenangan.di.sektor.kehutanan
Undang-undang Otonomi dan Undang-undang Kehutanan sendiri konflik satu sama lain dalam menentukan legal tidak legalnya sebuah operasi kehutanan. Menurut UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bupati berhak mengeluarkan ijin-ijin IPK, IPHH, dan berbagai macam ijin sah lainnya di tingkat kabupaten yang dipakai untuk mengeluarkan kayu-kayu dari hutan, dimana di sisi lain pemerintah pusat meradang akibatnya dan mengklaim bahwa seluruh ijin ?resmi?? tersebut bertentangan dengan UU Kehutanan. Bahkan saat ini beberapa kabupaten telah mengeluarkan Peraturan Daerah yang berkaitan tentang Hutan dan Kehutanan yang memperbolehkan pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu oleh Bupati dengan luasan hingga 50.000 hektar serta adanya SK Bupati untuk pemanfaatan kayu dengan alasan pembukaan areal untuk perkebunan serta pemberian ijin konsesi skala kecil. Hal ini diperparah dengan begitu mudahnya dikeluarkannya Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) oleh Dinas Kehutanan, bahkan ada pihak yang mampu melakukan pemalsuan dokumen demi tujuan pengekstraksian kayu di hutan. Lantas, untuk menentukan legal atau tidak legal sebuah kayu dari sebuah operasi kehutanan, misalnya, hukum mana yang anda pakai?
Disisi penegakan hukum, hingga saat ini selalu terjadi saling lempar kewenangan dalam penanganan illegal logging. Kepolisian dan Kejaksaan yang harusnya menjadi aktor utama penegakan hukum pun telah patah arang, sehingga membutuhkan bantuan dari instansi teknis kehutanan. Sementara instansi teknis kehutanan selalu menyatakan bahwa kewenangan penegakan hukum hanya ada di Kepolisian dan Kejaksaan. Lalu siapa yang sebenarnya berhak untuk melakukan penegakan hukum? Haruskah hukum rimba yang berlaku?

2. Gap antara kebutuhan industri perkayuan dan ketersediaan kayu di hutan
Industri perkayuan di Kalimantan Timur memiliki kapasitas produksi sebesar 9,1 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sementara saat ini Departemen Kehutanan hanya mengeluarkan ijin resmi sebesar 1,5 juta meter kubik kayu setiap tahunnya. Hal ini memicu pemenuhan kebutuhan industri perkayuan dari kayu yang tidak legal. Bahkan ketika industri kehutanan mengalami keterpurukannya, dimana 128 industri kehutanan berhutang hingga 22 triliun rupiah, pemerintah masih terus memberikan bantuan kepada pengusaha kehutanan dengan berbagai fasilitas dan suntikan uang rakyat bagi industri kehutanan.
3. Ketidakpastian tenurial memicu pengrusakan sosial dan budaya masyarakat
Permasalahan tenurial telah menjadi titik kunci dari terus terjadinya pengrusakan hutan, dimana ketidakpastian tenurial telah membuat masyarakat terpaksa ?melepaskan? kawasan kelolanya kepada pengusaha yang berimplikasi pada pelepaspaksaan budaya dan ikatan batin dengan kawasan kelola. Disaat terbukanya keran otonomi daerah,

4. Korupsi.yang.mengakar
Korupsi merupakan sebuah akar dari keseluruhan permasalahan negeri. Korupsi di sektor kehutanan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan tidak melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hutan, pemberian ijin yang tidak sesuai dengan kondisi aktual kawasan, kolusi dalam pemberian jatah tebang tahunan, menerima ?upeti? dari penebang kayu tak berijin, hingga melakukan pembiaran terhadap pengrusakan.hutan..

UPAYA PENANGGULANGAN ILLEGAL – LOGGING :
Seperti diketahui bahwa illegal logging mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal logging tidak dapat jika hanya ditangani didalam negeri, tetapi juga harus melibatkan luar negeri, karena illegal logging sangat terkait erat dengan banyaknya permintaan kayu dari luar negeri. Namun demikian masih terdapat cara-cara dalam rangka menanggulangi illegal logging. Pertama secara prefentif, yaitu cara – cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati / Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.

b. Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log dari Indonesia.
c. Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan illegal trade.
Kemudian yang kedua adalah dengan cara represif, yaitu melakukan operasi secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta dengan Polri dalam pelaksanaan operasi Wanalaga. Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging ini, secara internasional telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “ …I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help developing countries stop illegal logging, a practice that destroys biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the atmosphere.”

Namun demikian upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil dan terlambat apabila dari pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi dkk (2004) dalam Dasar-dasar Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakan tindakan darurat, akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkah-langkah telah dilakukan, namun pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.
2. Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ), namum demikian masih sangat perlu dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.
3. Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsure dalam masyarakat.
4. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.
5. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.




KESIMPULAN

Kekayaan alam paling melimpah dan wujud nyatanya di depan mata kita , mulai raib pelan-pelan. Sedikit review dan pembahasan yang akan dipaparkan dari Walhi ini mungkin bisa membuat kita terhenyak dan menjadi sadar. Peduli akan alam, peduli akan hutan dan peduli tentang lingkungan. Teman, mari kita sebarkan info ini dan dukung kelestarian alam.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Semakin meluasnya lahan kosong atau gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang merupakan suatu kondisi dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Pesan untuk para pembaca lestarikanlah hutan perangi segala macam tindakan yang bisa merusak hutan kita, terutama perbuatan illegal logging yang sangat merugikan kita semua ,mari kita lestarikan alam untuk anak cucu kita kelak








DAFTAR PUSTAKA

- Darsono, Valentius, MS. Drs. 1994. Pengantar Ilmu Lingkungan. Edisi Revisi.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
- http : //WWW.dephut.go.id. Departemen Kehutanan Koordinasi dengan Mabes TNI
Dalam Pemberantasan Penebangan Liar. Siaran Pers Nomor .51/II.PIK-1/2003.
Dikunjungi tanggal 4 April 2004
- http://kyotoreview.cseas.Kyoto-u.ac.jp/issue/issue1/article_178_p.html.
Dikunjungi tanggal 11 Mei 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar